Babak Baru RUU Perampasan Aset Tindak Pidana
Terbaru

Babak Baru RUU Perampasan Aset Tindak Pidana

DPR bakal memproses melalui rapat Bamus DPR untuk penugasan alat kelengkapan dewan yang bakal melakukan pembahasan RUU bersama pemerintah.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Sekjen DPR Indra Iskandar dan Anggota Komisi III DPR Taufik Basari. Foto Kolase: Istimewa
Sekjen DPR Indra Iskandar dan Anggota Komisi III DPR Taufik Basari. Foto Kolase: Istimewa

Kalangan masyarakat sipil menanti keseriusan pemerintah dan DPR untuk membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana. Nasib RUU tersebut bakal memasuki babak baru setelah melewati perjalanan panjang sejak digagas dan dirumuskandi era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan akan berproses pembahasannya bersama DPR di pemerintahan Jowo Widodo.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR Indra Iskandar mengatakan Surat Presiden (Surpres) tentang RUU Perampasan Aset Tindak Pidana telah dikirimkan ke DPR RI. Surpres telah diterima DPR pada Kamis, (4/5/2023) kemarin itu bernomor R-22/Pres/05/2023. “Iya betul DPR sudah menerima surpres tersebut tanggal 4 Mei,” ujar Indra Iskandar kepada wartawan, Senin (8/5/2023) kemarin.

Baca Juga:

Kendati DPR sudah mengantongi Surpres, Indra menjelaskan pembahasan dimulai setelah pembukaan masa sidang pada Selasa (16/5/2023). Saat ini pembahasan belum dilakukan karena DPR masih reses. “Surpres yang masuk harus dibahas melalui mekanisme rapat pimpinan (rapim),” ujarnya.

Setelah rapim, Indra mengatakan proses selanjutnya dibahas dalam rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR untuk penugasan alat kelengkapan dewan (AKD) yang bakal membahas RUU bersama pemerintah. Namun pasca penunjukan AKD bakal terlebih dahulu diparipurnakan. Selanjutnya, Presiden Jokowi menugaskan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopohukam) Mahfud MD, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, serta Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk membahas RUU tersebut.

Anggota Komisi III DPR Taufik Basari berharap diskusi dan pembahasan RUU Perampasan Aset berdasarkan pada perdebatan hukum, bukan perdebatan politis atau bersandar pada isu populer ataupun emosional. Dia melihat selama ini narasi yang berkembang seolah DPR menghambat atau menolaknya. Padahal, kenyataannya naskah RUU tersebut masih ada di pemerintah dan baru beberapa hari ini diserahkan ke DPR.

“Saya khawatir perdebatan hukum yang terjadi malah dipolitisasi kembali seolah-olah perdebatan yang nantinya terjadi karena ada penolakan. Padahal, semata hal tersebut adalah perdebatan hukum untuk memastikan UU tetap sesuai dengan prinsip-prinsip hukum,” ujar Taufik.

Menurut pria yang akrab disapa Tobas itu, komisi tempatnya bernaung berharap agar pembahasan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana berfokus pada perdebatan hukum, bukan perdebatan politis. Pembahasan RUU tersebut perlu dilakukan hati-hati agar tidak melanggar proses hukum yang adil, peradilan yang jujur dan adil, dan asas praduga tidak bersalah.

Politisi dari Fraksi Partai NasDem ini mengaku dirinya belum mengetahui substansi RUU Perampasan Aset Tindak Pidana yang baru dikirim pemerintah. Menurutnya, yang menjadi diskursus terkait isu hukum perampasan aset adalah pengaturan mekanisme hukum perampasan aset. Misalnya, RUU akan menerapkan non-conviction based asset forfeiture (NCB-AF) atau perampasan aset tanpa tuntutan pidana atau tidak.

Taufik menegaskan perdebatan itu bukan berarti penolakan terhadap NCB-AF mendukung kejahatan korupsi dan tidak mendukung pemberantasan korupsi. Namun, hal itu terkait persoalan prinsip hukum dan HAM tentang jaminan terhadap proses hukum yang sesuai prinsip peradilan yang jujur dan adil, serta asas praduga tak bersalah.

“Apabila diterapkan, selain berpotensi melanggar prinsip-prinsip hukum ini juga jika tidak hati-hati dapat membuka kesempatan penyalahgunaan kewenangan oleh aparat penegak hukum ataupun dengan alasan politis,” bebernya.

Pria yang pernah menjabat Direktur Bantuan Hukum dan Advokasi YLBHI Periode 2006–2011 itu berpendapat RUU Perampasan Aset Tindak Pidana harus secara ketat mengatur dan memastikan jaminan terhadap proses hukum serta peradilan yang jujur dan adil. Selain itu, harus diatur pula mekanisme pengujian (challenge) atas tindakan perampasan aset yang sewenang-wenang atau jika terdapat kesalahan untuk melindungi orang yang tidak bersalah.

Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Syarif Hiariej mengatakan DPR masih dalam masa reses. Agendanya, DPR bakal masuk kembali pada Selasa (16/5/2023) pekan depan. Dia berharap RUU Perampasan Aset Tindak Pidana dapat segera dibahas bersama pemerintah pasca anggota dewan mulai masuk kembali di parlemen.

Dia mengaku belum memiliki gambaran besar terkait mekanisme perampasan aset ke depannya. Pasalnya, pemerintah dan DPR masih mencari formula maupun jalan tengah atas RUU Perampasan Aset Tindak Pidana. Boleh dibilang, draf RUU yang disodorkan pemerintah nantinya bakal dibahas mendalam bersama DPR. Makanya pemerintah belum dapat menentukan mekanisme baku dalam perampasan aset tindak pidana.

“Pemerintah maunya A, DPR maunya B kan harus ada diskusi supaya ada titik temu,” katanya.

Tags:

Berita Terkait