Begini Regulasi Pengelolaan Sampah di Jakarta
Utama

Begini Regulasi Pengelolaan Sampah di Jakarta

Terdapat 4 regulasi yang dinilai amat baik dalam mengakomodir pengelolaan sampah di DKI Jakarta.

Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit
Head of Communication and Engagement Waste4Change, Hana Nur Auliana dalam Multi-Stakeholder Dialogue X bertajuk 'Mewujudkan Pengelolaan Sampah dengan Cerdas dan Berkelanjutan', Rabu (30/3/2022). Foto: FKF
Head of Communication and Engagement Waste4Change, Hana Nur Auliana dalam Multi-Stakeholder Dialogue X bertajuk 'Mewujudkan Pengelolaan Sampah dengan Cerdas dan Berkelanjutan', Rabu (30/3/2022). Foto: FKF

Berdasarkan data yang dilansir oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta 2021, timbulan sampah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang tercatat telah mencapai angka 8.310 ton per hari. Dari total yang ada, komposisi yang menduduki posisi pertama diantara jenis sampah lainnya adalah sampah sisa makanan. Kini prediksi akan overcapacity TPST Bantar Gebang telah hangat dibincangkan, hal itu dapat terjadi dalam waktu dekat bila tidak ada penanganan dari sumbernya. Untuk itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menetapkan sejumlah regulasi untuk menghadapi ancaman yang ada.

“Kalau kita lihat dari regulasi yang sudah ada di Jakarta sebenarnya sudah sangat baik, bahkan bisa dibilang diantara daerah-daerah sekitarnya itu paling baik ya. Terutama untuk segi pengelolaan sampah yang menurut kami di sektor swasta cukup baik,” ujar Head of Communication and Engagement Waste4Change, Hana Nur Auliana dalam Multi-Stakeholder Dialogue X bertajuk “Mewujudkan Pengelolaan Sampah dengan Cerdas dan Berkelanjutan”, Rabu (30/3/2022).

Melalui Perda DKI Jakarta No.3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah, Pemerintah Daerah (Pemda) mulai mengimplementasikan konsep zonasi. Sehingga kini DLH DKI Jakarta tidak lagi secara penuh mengelola seluruh Kawasan Jakarta, melainkan membagi beberapa area. Terutama bagi Kawasan-kawasan mandiri, seperti kawasan pemukiman swasta atau perkantoran dan komersial dilimpahi tugas untuk menunjuk pengelola sampah lainnya atau mereka sendiri memiliki organisasi pengolah dan pengelola sampah di kawasan mandiri tersebut.

Baca:

Regulasi tersebut turut didukung oleh Pergub No.108 Tahun 2019 tentang Kebijakan dan Strategi Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dalam Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Melalui Pergub 108/2019 itu, Pemda mengadakan target-target terkait dengan pengelolaan sampah dengan adanya pengurangan sampah sebanyak 30% di sumber dan pengolahan sampah sebanyak 70%. Angka-angka itu mengikuti Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga (Jakstranas) untuk dicapai pada tahun 2025 mendatang.

Di pemukiman sendiri yang skala RW pun sekarang sudah ada regulasinya yaitu di Pergub No.77 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Lingkup Rukun Warga. Kebijakan tersebut dilahirkan guna menjadi landasan hukum mengenai adanya pengelolaan sampah pemukiman atau masyarakat skala RW.

Terkait dengan Perda DKI Jakarta 3/2013, Ana menerangkan saat ini sudah diperkuat lagi dengan Pergub DKI Jakarta No.102 Tahun 2021 tentang Kewajiban Pengelolaan Sampah di Kawasan dan Perusahaan. “Jadi ini baru banget tahun lalu dikeluarkan, makin dikuatkan lagi kewajiban pengelolaan sampah selain residu dan menunjuk pengelola berizin untuk residu itu perlu dilakukan oleh setiap kawasan mandiri,” kata dia.

Untuk mengulik Pergub DKI Jakarta 102/2021 ini, dirinya mengaku amat tertarik dengan aturan yang dikeluarkan Gubernur itu. Ia menyoroti utamanya bagi kawasan mandiri dan sektor swasta yakni kawasan-kawasan yang diregulasikan termasuk diantaranya antara lain kawasan pemukiman swasta, kawasan komersial, dan kawasan industri.

Aktivitas yang diwajibkan bagi kawasan-kawasan tersebut mulai melakukan pengurangan dan penanganan atas sampahnya. Di pengurangan sendiri terdapat pembatasan timbulan sampah, pemanfaatan kembali, dan daur ulang. Sedangkan untuk penangananya itu perlu diadakan pemilahan, pengumpulan, pengolahan, dan pengangkutan sampah. Bagi pengelola dan pengolah sampah swasta harus mengantongi izin usaha yang didapatkan dari Pemda dan wajib melaporkan alur pengelolaan dan pengolahan sampah yang dilakukan.

“Disini sebenarnya sudah bagus sekali, karena regulasinya itu juga memberikan informasi tentang sanksi apa sih kalau misalnya tidak diilakukan? Bagi pengelola kawasannya itu akan dapat teguran, bahkan akan dipublikasikan ke websitenya DLH DKI sebagai perusahaan pencemar lingkungan,” terangnya.

Ia memandang dengan sanksi tersebut seharusnya dapat diterima sebagai bentuk teguran yang cukup keras. Karena komunitas peduli lingkungan dapat ikut menyebarluaskan informasi tersebut, sehingga para perusahaan atau pengelola yang masih melanggar bisa belajar untuk mengelola sampahnya lebih baik lagi. Agar tidak perlu sampai memperoleh “cap” atau publikasi sebagai perusahaan pencemar lingkungan. Sedangkan bagi pengelola sampah yang yang harus miliki izin dan melaporkan alur pengelolaan sampah kepada DLH tetapi tidak dilakukan, maka izin operasionalnya akan dapat dibekukan oleh Pemda.

Hana menambahkan masalah kebijakan pemerintah menjadi salah satu hal yang penting disoroti dalam pengelolaan sampah. Sebab, sebagaimana riset yang dilakukan dalam jurnal UNEP dan ISWA, masalah persampahan, terutama untuk negara berkembang, terletak dalam tata Kelola sampah itu sendiri. Dari regulasi-regulasi dan kebijakan yang harus ditegakkan, kemitraan antar stakeholder yang diperkuat, serta pembiayaan yang patut dihitung untuk seluruh kegiatan pengelolaan sampah dari hulu hingga hilir.

Tags:

Berita Terkait