Begini Tanggapan Penuntut Umum atas Nota Keberatan FS dan PC
Terbaru

Begini Tanggapan Penuntut Umum atas Nota Keberatan FS dan PC

Penuntut Umum memohon Majelis Hakim untuk menolak seluruh dalil eksepsi PH Terdakwa. Selanjutnya, Majelis akan menjatuhkan putusan sela pada Rabu (26/10/2022) mendatang.

Ferinda K Fachri
Bacaan 5 Menit
Terdakwa Ferdy Sambo saat menjalani sidang tanggapan JPU atas eksepsi di PN Jaksel, Kamis (20/10/2022). Foto: FKF
Terdakwa Ferdy Sambo saat menjalani sidang tanggapan JPU atas eksepsi di PN Jaksel, Kamis (20/10/2022). Foto: FKF

Pada Kamis (20/10/2022), sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) dengan agenda tanggapan Penuntut Umum atas Eksepsi (Nota Keberatan) Penasihat Hukum (PH) Terdakwa atas nama Putri Candrawathi (PC) dalam Perkara No.797/Pid.B/PN JKT. SEL serta Terdakwa atas nama Ferdy Sambo (FS) dalam Perkara No.796/Pid.B/PN JKT. SEL telah digelar. Dalam eksepsi keduanya, baik PH PC maupun FS memuat setidaknya 5 poin krusial dalam keberatan terhadap Surat Dakwaan yang diajukan Penuntut Umum.

Kekeliruan dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang disoroti tim PH antara lain, pertama, kronologi peristiwa yang disusun berdasarkan informasi dari pokok perkara perkara yang PH terima dari Jaksa Penuntut Umum. Kedua, Ringkasan Surat Dakwaan yang tidak menguraikan peristiwa secara utuh. Ketiga, Surat Dakwaan disusun oleh JPU dengan tidak hati-hati dan menyimpang dari hasil penyidikan serta tidak memenuhi syarat materiil.

Keempat, salah satu keberatan PH Terdakwa atas Surat Dakwaan adalah Penuntut Umum tidak cermat dan menyimpang dari ketentuan hukum karena menyusun dakwaan dengan melakukan pemecahan penuntutan (splitsing) atas satu perkara tindak pidana. Kelima, Surat Dakwaan JPU obscuur libel karena JPU tidak cermat, jelas, lengkap menguraikan peristiwa dalam surat dakwaan.

“Kami JPU setelah mendengar, membaca, dan mempelajari eksepsi dari PH tersebut. Kami menanggapinya,” ujar Penuntut Umum di PN Jaksel, Kamis (20/10/2022).

Baca Juga:

Ia menerangkan sebelum memasuki poin tanggapan, perlu dipahami ketentuan mengenai Dakwaan diatur dalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP berbunyi, ‘Penuntut umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi: a. Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka; b. Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan’.

Hukumonline.com

Sidang lanjutan tanggapan JPU atas eksepsi Terdakwa Putri Candrawathi.

Meski UU mengamanatkan perumusan dilakukan secara cermat, jelas, dan lengkap, akan tetapi KUHAP sendiri tidak mengatur bagaimana suatu uraian tindak pidana dalam surat dakwaan itu dikatakan telah cermat, telah jelas, dan lengkap ataupun sebaliknya. Namun, Penuntut Umum memaparkan dalam prakteknya syarat-syarat berkaitan dengan formalitas identitas terdakwa disebut syarat formil. Sedangkan syarat berkaitan dengan isi materi dakwaan seperti uraian tentang tindak pidana yang didakwakan dan waktu serta tempat tindak pidana dilakukan disebut syarat materiil.

“Surat dakwaan harus dibatalkan sebagaimana Pasal 143 ayat (2) dan ayat (3) KUHAP. Apabila surat dakwaan yang dibuat oleh penuntut umum tidak memenuhi syarat materiil yang dimuat dalam Pasal 143 ayat (2) b KUHAP adalah batal demi hukum. Sedangkan surat dakwaan yang tidak memenuhi syarat formil sebagaimana diatur dalam Pasal 143 ayat (2) a KUHAP dapat dibatalkan karena mengakibatkan error in persona,” tegasnya.

Sebelum Penuntut Umum menanggapi eksepsi atau nota keberatan terhadap dalil yang dikemukakan PH Terdakwa, ditanggapi terkait dalil tim PH yang menyatakan hal-hal prinsipil dalam Pasal 7 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, Pasal 14 ayat (1) Kovenan Hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi menjadi UU No.12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945, Pasal 7 dan Pasal 8 TAP MPR No. XVII Tahun 1998 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 17 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

“Terhadap dalil tersebut, setelah dicermati Penuntut Umum, dalil tersebut bukan merupakan ruang lingkup eksepsi sebagaimana Pasal 156 ayat (1) KUHAP. Sehingga Penuntut Umum tidak perlu menanggapi lebih lanjut,” tuturnya.

Dalam materi eksepsi yang dikemukakan PH Terdakwa, setelah Penuntut Umum cermati, terkait poin pertama JPU menegaskan telah jelas dan tegas menguraikan materi pokok perkara yang bukan ruang lingkup eksepsi sebagaimana Pasal 156 ayat (1) KUHAP. “Sehingga Penuntut Umum tidak perlu menanggapinya. Akan tetapi akan mengungkapkan fakta-fakta hukum tersebut pada saat pembuktian di persidangan,” ucap Penuntut Umum.

Terhadap poin kedua alasan eksepsi PH Terdakwa perihal ringkasan surat dakwaan yang tidak menguraikan peristiwa secara utuh atau terdapat peristiwa penting yang hilang dalam surat dakwaan. Penuntut Umum menyampaikan secara jelas dan tegas telah menguraikan materi pokok perkara yang bukan ruang lingkup eksepsi sebagaimana Pasal 156 ayat (1) KUHAP. Untuk itu, Penuntut Umum memandang tidak perlu menanggapinya dan akan menguak fakta hukum dalam proses pembuktian di persidangan.

Tiga, terhadap alasan eksepsi PH Terdakwa mengenai surat dakwaan disusun oleh JPU dengan tidak hati-hati dan menyimpang dari hasil penyidikan serta tidak memenuhi syarat materiil. Rupanya PH Terdakwa tidak memahami maksud dari Pasal 143 ayat (2) KUHAP. “Apabila dilihat dari rumusan Pasal 143 ayat (3) KUHAP, jelas dan tegas surat dakwaan atas Terdakwa telah tersusun secara sistematis, jelas, dan tegas dengan uraian peristiwa yang tersusun secara terstruktur dari awal persiapan hingga selesainya peristiwa terjadi.”

Berkenaan dengan poin keberatan keempat terkait dilakukannya pemecahan penuntutan, JPU berpendapat bahwa keberatan PH Terdakwa keliru dalam memahami splitsing sebagaimana Pasal 142 KUHAP. “Dengan berpedoman pada Pasal 142 KUHAP, maka berkas perkara harus diadakan pemisahan agar para Terdakwa dapat disidangkan terpisah. Sehingga terdakwa yang satu dapat menjadi saksi terhadap terdakwa lainnya. Yurisprudensi yang diikuti selama ini masih mengakui saksi mahkota sebagai alat bukti sebagaimana Putusan MA No.1986K/Pid/1989,” kata dia.

Kelima, tentang surat dakwaan JPU obscuur liebel sebab tidak cermat, jelas, dan lengkap menguraikan peristiwa dalam dakwaan. JPU melihat dalil ini sebagai manifestasi keseriusan PH Terdakwa dalam mencermati materi pokok perkara. Namun, Penuntut Umum melihat dalam surat dakwaan Penuntut Umum tertanggal 5 Oktober 2022 sudah menguraikan secara jelas, sistematis, dan terstruktur dengan uraian peristiwa secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan.

“Maka patut kiranya eksepsi PH Terdakwa untuk dikesampingkan. Terhadap dalil-dalil eksepsi yang dikemukakan PH Terdakwa yang merupakan materi pokok perkara tidak kami tanggapi, karena merupakan materi pembuktian pokok perkara di persidangan. Penuntut Umum memohon kepada majelis hakim menyatakan, satu, menolak seluruh dalil eksepsi PH Terdakwa. Dua, menerima surat dakwaan Penuntut Umum karena telah memenuhi unsur formil dan materil. Tiga, menyatakan pemeriksaan Terdakwa tetap dilanjutkan. Empat, menyatakan Terdakwa tetap berada dalam tahanan,” ungkap Penuntut Umum lantang.

Dengan selesai dibacakannya tanggapan-tanggapan Penuntut Umum terhadap eksepsi PH Terdakwa, Majelis Hakim kemudian memutuskan agenda sidang selanjutnya ialah putusan sela. “Kami akan tunda untuk putusan sela yaitu kami rencanakan pada sidang hari Rabu (26/10/2022) mendatang,” kata Ketua Majelis Hakim.

Tags:

Berita Terkait