BEJ Masih Menarik bagi Emiten Asing
Berita

BEJ Masih Menarik bagi Emiten Asing

Jakarta, hukumonline. Banyak kalangan menyambut baik rencana Bursa Efek Jakarta (BEJ) untuk memulai mencatatkan saham emiten asing pada Juni mendatang. Agar rencana internasionalisasi bursa ini dapat diaplikasikan, tentu saja harus dikeluarkan aturan-aturan khusus untuk mengatasi masih rawannya kondisi pasar modal Indonesia.

Amr/APr
Bacaan 2 Menit

Piranti semacam ADR ini diperlukan agar investor-investor Indonesia lebih mudah untuk melakukan suatu akses terhadap saham-saham tadi. Untuk itulah, menurut Jasso, harus ditentukan apakah ada suatu bank kustodian tersendiri untuk menyimpan saham-saham asing tersebut. Dan kemudian harus ditentukan juga bagaimana bentuk dan pengaturannya.

Sertifikat Penitipan Efek Indonesia

Sementara itu Harry mangatakan, pihaknya telah membentuk tim untuk menyusun peraturan-peraturan baru menjelang penerapan kebijakan itu. Di antara beberapa ketentuan baru yang tengah dipersiapkan, Harry mengatakan pihaknya sedang membuat peraturan tentang Sertifikat Penitipan Efek Indonesia (SPEI). SPEI ini, jelas Harry, hampir mirip dengan konsep ADR.

"Kami memang sedang membuat peraturan baru yaitu SPEI yang mengatur persyaratan dan tata cara perusahaan asing untuk tercatat dan diperdagangkan di BEJ," jelas Harry pada hukumonline. Selain itu, Harry mengatakan, BEJ juga tengah mengakomodasi aspirasi berbagai kalangan menyangkut revisi ketentuan hukum tentang delisting dan komisaris independen bagi emiten.

Harry mengakui bahwa memang permasalahan krisis ekonomi Indonesia yang berkepanjangan ikut melatarbelakangi keputusan untuk merevisi berbagai ketentuan mengenai perdagangan dan pencatatan efek tersebut. Selain itu, menurut penilaiannya, UU Perseroan Terbatas (UU No. 1 Tahun 1995) juga harus direvisi supaya compatible dengan rencana listing saham-saham asing tersebut.

Saham-saham populer

Saat ditanya apakah ada perusahaan asing yang tertarik dengan BEJ yang kapitalisasi pasarnya kecil dan harga sahamnya secara umum sangat rendah, Jasso mengatakan bahwa alasan emiten untuk listing tidak melulu pada profit. "Di antara sekian ribu emiten asing, tentu saja ada beberapa yang tertarik untuk di-listed-kan di Jakarta dengan tujuan-tujuan  pemasaran tadi," katanya.

Jasso menjelaskan bahwa mekanisme perdagangan saham itu seperti air. Kalau misalnya harga suatu saham di New York tinggi, sedangkan saham yang sama harganya rendah di Indonesia, pemodal akan membelinya  di Indonesia dan menjualnya di New York. "Sedemikian rupa, sehingga terjadi ekulibrium," ujar Jasso.

Yang penting untuk dicatat, lanjut Jasso, saham-saham tadi diharapkan saham-saham yang menarik atau yang beken. Jadi, saham-saham yang memang telah dikenal luas dan populer. Tentu saja penilaian populer atau tidak ini berorientasi pada investor. "Keuntungan listing bagi emiten itu nanti ketika ia membutuhkan dana segar, ia bisa melakukan right issue," ujar Jasso.

Para pelaku pasar memang boleh bersenang hati dengan kebijakan baru yang akan diterapkan BEJ ini. Namun pada akhirnya harus kembali dipertanyakan, apakah kesiapan perangkat hukum yang ada akan berbanding lurus dengan penegakannya di lapangan?

Mengingat masih rawannya kondisi pasar modal Indonesia selama ini, konsultan hukum pasar modal Indra Safitri khawatir kebijakan baru ini akan menjadi counter productive bagi perkembangan industri pasar modal Indonesia. Jadi, apakah SRO  SRO (Self Regulatory Organisation) yang ada dapat menjamin kelanggengan usaha emiten-emiten asing kelak? Indra meragukannya.

 

Tags: