Belajar dari Kasus Nine AM, Ini Tips Lawyer Agar Putusan Arbitrase Tak Kandas di Pengadilan
Utama

Belajar dari Kasus Nine AM, Ini Tips Lawyer Agar Putusan Arbitrase Tak Kandas di Pengadilan

Dalam putusan arbitrase, hambatan bisa terjadi saat eksekusi putusan melalui pengadilan.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

 

Cara ini menjadi mitigasi risiko jika persoalan bahasa dalam kontrak dipermasalahkan. Dan dalam sengketa di arbitrase internasional, kesepakatan sejak awal soal versi bahasa mana yang jadi rujukan saat penyelesaian sengketa akan menutup celah perdebatan versi bahasa mana yang harus dirujuk para arbiter.

 

Sebenarnya, lembaga arbitrase internasional seperti SIAC sudah menyediakan penerjemah tersumpah yang bisa menjamin dokumen apapun dalam proses arbitrase akan dapat dipahami dengan benar oleh para arbiter yang ditunjuk. SIAC menjamin persoalan bahasa dalam dokumen yang digunakan tidak akan menjadi hambatan untuk menghasilkan putusan arbitrase terbaik para arbiternya.

 

Namun berkaitan adanya polemik UU Bahasa ini, salah satu Deputi dari SIAC yang hadir, Kevin Nash juga menyarankan usul yang sama. “Karena ada keharusan ini, maka bisa dibuat dengan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sejak awal kontrak dibuat,” katanya saat diwawancarai hukumonline.

 

Isu lain yang menjadi perbincangan adalah soal eksekusi putusan arbitrase internasional. Para pengguna forum arbitrase internasional harus menyadari bahwa dalam UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU Arbitrase) telah ditetapkan lima syarat kumulatif soal putusan arbitrase internasional yang diakui dalam yurisdiksi Indonesia. Salah satu yang bisa membuat putusan arbitrase internasional terganjal adalah syarat ‘ketertiban umum’.

 

Pasal 66

Putusan Arbitrase Internasional hanya diakui serta dapat dilaksanakan di wilayah hukum Republik Indonesia, apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Putusan Arbitrase Internasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase di suatu negara yang dengan negara Indonesia terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral, mengenai pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional.

b. Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a terbatas pada putusan yang menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan.

c. Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a hanya dapat dilaksanakan di Indonesia terbatas pada putusan yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum.

d. Putusan Arbitrase Internasional dapat dilaksanakan di Indonesia setelah memperoleh eksekuatur dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat; dan

e. Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a yang menyangkut Negara Republik Indonesia sebagai salah satu pihak dalam sengketa, hanya dapat dilaksanakan setelah memperoleh eksekuatur dari Mahkamah Agung Republik Indonesia yang selanjutnya dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

 

Tidak ada uraian lebih lanjut dalam penjelasan pasal huruf c ini mengenai apa yang dimaksud ‘ketertiban umum’. Sementara dalam Pasal 4 ayat 2 Peraturan Mahkamah Agung RI No.1 Tahun 1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing hanya disebutkan bahwa ‘ketertiban umum’ adalah tidak bertentangan dengan sendi-sendi asasi seluruh sistem hukum dan masyarakat di Indonesia.

 

Jika mengacu pada putusan kasasi No.877 K/Pdt.Sus/2012 dalam kasus Astro Nusantara International B.V. vs. Ayundra Prima Mitra, syarat tidak bertentangan dengan ‘ketertiban umum’ akan ditentukan oleh pengadilan sebelum putusan arbitrase internasional dapat dieksekusi.

 

Tags:

Berita Terkait