Beragam Keuntungan Mediasi untuk Selesaikan Sengketa Pertanahan
Utama

Beragam Keuntungan Mediasi untuk Selesaikan Sengketa Pertanahan

Bangsa Indonesia sesungguhnya punya tradisi dan nilai musyawarah untuk mufakat dalam menyelesaikan sengketa. Karena itu, mediasi seharusnya menjadi pilihan tepat untuk menyelesaikan konflik atau sengketa (pertanahan) karena sifatnya konsensual, musyawarah, mufakat, lebih fleksibel, dan luwes.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

“Mediasi berkembang di Indonesia sekitar tahun 1990-an bersamaan munculnya praktik mediasi di Amerika Utara dan Australia,” kata Takdir Rahmadi dalam kesempatan yang sama.   

Selain membangun peradilan dan arbitrase yang sifatnya memutus, Takdir menerangkan mediasi juga dikembangkan untuk menyelesaikan sengketa secara konsensus atau musyawarah untuk mufakat. “Bangsa Indonesia sesungguhnya punya tradisi dan nilai musyawarah untuk mufakat dalam menyelesaikan sengketa. Karena itu, mediasi seharusnya menjadi pilihan yang tepat untuk menyelesaikan konflik dan sengketa,” kata dia.

Tapi, Takdir mencatat praktik mediasi yang diterapkan di pengadilan hanya berhasil mendamaikan sekitar 5 persen perkara setiap tahun dari jumlah perkara perdata yang ditangani pengadilan. Dibandingkan dengan arbitrase, dia berpendapat mekanisme yang tepat untuk menyelesaikan sengketa pertanahan yakni mediasi karena sifatnya berupa konsensual, musyawarah, mufakat, lebih fleksibel, dan luwes (win-win solution, red). Sedangkan arbitrase sifatnya memutus dan menggunakan pendekatan kalah dan menang.

Menurutnya, apapun mekanisme penyelesaian sengketa yang digunakan baik mediasi maupun arbitrase, peran advokat sangat penting karena para pihak yang berselisih biasanya akan meminta jasa advokat. Ketika advokat memiliki pandangan tentang manfaat mediasi dan arbitrase, maka itu akan ditawarkan kepada kliennya sebagai cara untuk menyelesaikan sengketa yang dihadapi.

Baginya, penting bagi masyarakat untuk memiliki kesadaran dan budaya menepati janji karena mediasi itu dasarnya kesepakatan, menepati janji. “Kalau masyarakat sering ingkar janji (wanprestasi, red), ini berat. Jepang berhasil menjalankan berbagai bentuk mediasi seperti wakai dan chotei, kenapa Indonesia tidak? Padahal, kita punya tradisi musyawarah untuk mufakat,” paparnya.

Dirjen Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan Kementerian ATR/BPN, Raden Bagus Agus Widjayanto, mengatakan sengketa pertanahan bisa diselesaikan di dalam dan luar pengadilan. Bisa juga diselesaikan secara administrasi atau mediasi. Penyelesaian yang dilakukan melalui mediasi harus diikuti dengan penetapan perdamaian atau acta van dading.

Bagus mencatat sedikitnya ada 5 keuntungan penyelesaian sengketa dengan menggunakan mediasi. Pertama, mengurangi beban penyelesaian perkara di pengadilan. Kedua, dalam hal berhasil tercapai kesepakatan, maka para pihak tidak ada yang merasa dikalahkan, dan bisa menjadi mitra. Ketiga, penyelesaian sengketa melalui mediasi yang berakhir dengan perdamaian menyelesaikan sengketa para pihak secara tuntas, mengakhiri perkara yang ada di pengadilan.

Keempat, hasil mediasi berupa perdamaian yang dimintakan vonnis van dading mempunyai kekuatan eksekutorial, seperti layaknya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Kelima, BPN tinggal melaksanakan hasil mediasi dengan melakukan perubahan data pendaftaran tanah jika diperlukan. “Tugas mediator memfasilitasi, memberi pandangan untuk dapat tercapai solusi (perdamaian) yang menguntungkan para pihak. Mediator adalah pihak yang netral dan dapat diterima para pihak,” katanya mengingatkan.

Tags:

Berita Terkait