Tujuannya, untukmemudahkan para pendaftar kekayaan intelektual untuk mencatatkan atau mendaftarkan kekayaan intelektualnya. Implementasi dari SMIP Digital Database terbukti berhasil menekan potensi human error, menciptakan tahapan proses administrasi yang lebih rapi dan sederhana, serta mendukung pelaksanaan pekerjaan SMIP menjadi lebih cepat dan efisien.
Di balik segala manfaat yang telah dihadirkan legal technology dalam dunia hukum, masih terdapat tantangan dalam penggunaanya. Salah satu diskursus mengenai legal technology yang saat ini masih menjadi topik hangat adalah implementasi artificial intelligence dalam penyediaan layanan hukum. Kecerdasan buatan inidiharapkan dapat didayagunakan untuk menghadirkan layanan hukum yang efektif, murah, dan cepat bagi masyarakat.
Di sisi lain, tidak sedikit pihak yang memproyeksikan bahwa keberadaan artificial intelligence di bidang layanan hukum akan menggeser dan malah menggantikan peran profesi advokat. Oleh karena itu, implementasi teknologi ini, khususnya pada firma hukum, akan melahirkan tantangan tersendiri bagi para advokat.
Anita meyakini langkah pertama dalam menjawab tantangan di era Next Level Technology adalah dengan menyadari bahwa dampak implementasi artificial intelligence bagi profesi advokat, khususnya advokat wanita, sepenuhnya bergantung pada kemampuan tiap individu dalam menyikapi perkembangan teknologi inipada praktik pemberian layanan hukum di Indonesia.
Langkah berikutnya menurut Anita adalah dengan menggali dan mengembangkan keunggulan kompetitif sebagai seorang advokat, khususnya advokat wanita. Sebagai seorang advokat, Anita berpendapat, memiliki legal knowledge dan legal analysis saja tidaklah cukup menjadi bekal dalam berprofesi. Sebab, dalam pengalamannya menangani beragam jenis klien, dari perusahaan domestik, multinational corporation, bahkan instansi-instansi publik baik di dalam maupun di luar negeri, Anita senantiasa mempergunakan interpersonal skills seperti kemampuan berkomunikasi, melakukan negosiasi, serta advokasi.
Bahkan, human interaction seperti rasa empati kerap dibutuhkan dalam kondisi-kondisi tertentu. Empati merupakan salah satu karakter yang lebih dominan dimiliki wanita daripada pria. Interpersonal relations pun memerlukan human touch yang tentunya akan sangat sulit untuk digantikan oleh artificial intelligence.
Setelah menangani berbagai dinamika kasus hukum di berbagai lintas sektor dalam sebuah tim, Anita memahami bahwa setiap kasus memiliki keunikannya masing-masing. Oleh karena, tidak semua pekerjaan dapat diserahkan kepada artificial intelligence. Terlebih lagi, di Indonesia kerap dijumpai terdapat inkonsistensi praktek hukum di masing-masing daerah.
Jadi, setiap kasus pasti berbeda-berbeda, bergantung pada berbagai macam faktor yang mungkin tidak seluruhnya akan dapat dicerna oleh sistem kecerdasan buatan. Di sinilah justru Anita sebagai seorang advokat merasa tertantang untuk mengasah kemampuan berpikir strategis dan kritis, dengan tetap memanfaatkan peluang meningkatkan kinerja menggunakan artificial intelligence.