Beratkan Masyarakat, Pemerintah Diminta Batalkan Rencana PPN Sembako
Terbaru

Beratkan Masyarakat, Pemerintah Diminta Batalkan Rencana PPN Sembako

Mayoritas masyarakat merasa kecewa terhadap rencana pemerintah tersebut.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 5 Menit

“Ongkos bunga utang yang menggerus pada gilirannya berdampak terhadap alokasi belanja yang urgen untuk hajat hidup rakyat seperti belanja modal, belanja subsidi dan belanja bantuan sosial. Ketiga belanja tersebut porsinya terhadap penerimaan pajak jauh lebih kecil dibandingkan porsi belanja beban bunga utang,” tambahnya.

Secara terpisah, Kepala Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta mengatakan kenaikan PPN sembako berisiko meningkatkan harga pangan dan mengancam ketahanan pangan. Selain itu, kenaikan PPN sembago juga akan berdampak buruk kepada perekonomian Indonesia secara umum.

"Pengenaan PPN pada sembako mengancam ketahanan pangan, terutama bagi masyarakat berpendapatan rendah. Lebih dari sepertiga masyarakat Indonesia tidak mampu membeli makanan yang bernutrisi karena harga pangan yang mahal,” ujar Felippa. 

Felippa menjelaskan pemberitaan yang ramai akhir-akhir ini di media mengenai pemberlakuan PPN tersebut akan diatur dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Revisi tersebut akan mencakup penghapusan barang kebutuhan pokok (Sembako) - beras dan gabah; jagung; sagu; kedelai; garam konsumsi; daging; telur; susu; buah-buahan; sayur-sayuran; ubi-ubian; bumbu-bumbuan; dan gula konsumsi - kelompok jenis barang yang tidak dikenai PPN. "Menambah PPN akan menaikkan harga dan memperparah situasi, apalagi di tengah pandemi ketika pendapatan masyarakat berkurang,” imbuh Felippa.

Dia menjelaskan pangan berkontribusi besar pada pengeluaran rumah tangga, dan bagi masyarakat berpendapatan rendah, belanja kebutuhan pangan bisa mencapai sekitar 56 persen dari pengeluaran rumah tangga mereka. Pengenaan PPN pada sembako tentu saja akan lebih memberatkan bagi golongan tersebut, terlebih lagi karena PPN yang ditarik atas transaksi jual-beli barang dan jasa yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP), pada akhirnya akan dibebankan pengusaha kepada konsumen.

Ketahanan pangan Indonesia sendiri berada di peringkat 65 dari 113 negara, berdasarkan Economist Intelligence Unit's Global Food Security Index. Salah satu faktor di balik rendahnya peringkat ketahanan pangan Indonesia ini adalah masalah keterjangkauan. Keterjangkauan pangan yang menurun dengan sendirinya akan mendorong lebih banyak lagi masyarakat berpenghasilan rendah ke bawah garis kemiskinan.

Direktur P2 Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor menjelaskan beberapa poin terkait isu pengenaan PPN terhadap sembako tersebut. Neilmaldrin menjelaskan setidaknya terdapat lima alasan mengapa pemerintah berupaya untuk melakukan revisi terhadap UU KUP. Pertama, hadirnya distorsi ekonomi karena adanya tax incidence sehingga harga produk dalam negeri tidak dapat bersaing dengan produk impor, pemungutan pajak tidak efisien, pemberian fasilitas memerlukan SKB dan SKTD yang menimbulkan cost administrasi.

Tags:

Berita Terkait