Berawal dari PKPU, Berujung ke Pengadilan
Berita

Berawal dari PKPU, Berujung ke Pengadilan

Jumlah kompensasi atas rilis BPKB jadi masalah utama.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Gedung PN Jakpus. Foto: RES
Gedung PN Jakpus. Foto: RES

Belum lama ini, PT Kembang Delapan Delapan Multifinance (KMF) menggugat Bank Mandiri, Bank Syariah Mandiri, BCA Syariah dan BRI Syariah yang tak lain adalah krediturnya ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Alasannya, selaku kreditur, keempat bank tersebut tidak menjalankan putusan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Pengadilan Niaga pada PN Jakarta Pusat. 

 

Kuasa hukum Penggugat Verry Sitorus mengatakan dalam proses PKPU ketika itu, PT Kembang Delapan Delapan Multifinance selaku debitor mengajukan proposal perdamaian kepada para kreditor baik separatis ataupun konkuren. Hasilnya, mayoritas kreditur menerima putusan ini melalui jalur voting. "Keempat bank pada waktu voting, ikut voting. Yaitu BRI Syariah, BCA Syariah, Mandiri, Mandiri Syariah," kata Verry saat ditemui Hukumonline di kantornya.

 

Menurut Verry, salah satu isi dari proposal tersebut adalah debitur menerima BPKB yang dipegang pihak bank dengan jaminan sebesar Rp1 juta untuk tiap BPKB. Jumlah BPKB di masing-masing kreditur berbeda, untuk BRI Syariah misalnya, memegang 1.697 BPKB dan BCA Syariah sekitar 666 BPKB.

 

Tetapi proses perdamaian itu tidak berjalan mulus karena kreditur merasa tidak puas dengan proposal yang diajukan, sehingga beberapa kali memerlukan perbaikan. Setelah beberapa kali deadlock, langkah selanjutnya yaitu melalui jalur voting. Hasilnya, mayoritas dari kreditur menyetujui proposal tersebut.

 

Hakim pengawas pun melaporkan hal ini kepada majelis yang kemudian ditindaklanjuti dengan putusan Nomor 01/Pdt.Sus-PKPU/2017/PN.Niaga.Jkt.Pst. tertanggal 14 Juli 2017 dengan amarnya antara lain berbunyi “menyatakan sah perdamaian antara pemohon PKPU (PT KMF) dengan para kreditornya, menghukum debitor dan para kreditor untuk mentaati putusan.”

 

Pasal 281 ayat (1) UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU

“rencana perdamaian dapat diterima berdasarkan:

a.persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah kreditor konkuren haknya diakui atau sementara diakui yang hadir pada rapat kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 268 termasuk Kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280, yang bersama-sama mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau sementara diakui dari kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut; dan

b. persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah kreditor yang piutangnya dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 (dua per tiga) bagian dari seluruh tagihan dari Kreditor tersebut atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut.

 

Verry menjelaskan ada beberapa syarat utama keberhasilan PKPU yang tertuang dalam putusan maupun Rencana Perdamaian Final dengan Nomor 168/DIR-KMF/V/2017 tertanggal 17 Mei 2017. Diantaranya rilis BPKB konsumen diberikan dengan kompensasi Rp1 juta/BPKB, eksekusi rilis BPKB dimonitor dan dilaporkan kepada bank kreditor setiap bulannya. 

 

Dua dari empat bank tersebut lantas mengajukan kasasi, namun permohonan kasasi itu ditolak. Menurut Verry, setelah putusan kasasi ini seharusnya sudah tidak ada lagi alasan bagi para kreditur untuk tidak lagi memberikan BPKB kepada konsumen PT KMF. “Sekarang kasasi sudah diputus, seharusnya tidak ada lagi alasan bank tidak merilis itu,” ujarnya.

 

Kompensasi tak layak

Dalam proses perdamaian sebelumnya, mayoritas dari kreditor memang menyetujui, tetapi tidak semuanya termasuk keempat bank yang menjadi Tergugat dalam perkara ini. Salah satu perwakilan Tergugat yaitu BRI Syariah melalui kuasa hukumnya Amirullah Nasution mengatakan alasan pihaknya tidak menyetujui proposal perdamaian karena dianggap merugikan kliennya.

 

Sebab, dari total tagihan kreditur (BRI Syariah) sebesar Rp84 miliar, kompensasi yang ditawarkan dalam proposal perdamaian hanya Rp1 juta per BPKB. Artinya, dari jumlah 1.697 BPKB, kliennya hanya menerima Rp1,7 miliar. Hal ini, menurut Amir selain merugikan kliennya juga melanggar aturan hukum yang ada, seperti Pasal 281 ayat (2) UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU.

 

Pasal 281 ayat 2 UU Nomor  37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU

“Kreditor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang tidak menyetujui rencana perdamaian diberikan kompensasi sebesar nilai terendah di antara nilai jaminan atau nilai aktual pinjaman yang secara langsung dijamin dengan hak agunan atas kebendaan.”

 

“Misalnya mobil jaminan berapa, harga mobil 100 juta, nilai terendah berapa 75 juta, ya dikalikan itu. Kita mau penilaian independenlah, kita bukan mau menghambat putusan itu, proses perjanjian perdamaian mereka. Itu uang masyarakat, harus dipertanggungjawabkan BRI Syariah kepada masyarakat. Ini berlaku UU Perbankan, ada konsekuensi logis disitu, konsekuensi pidana dan yang lainnya,” ujar Amir saat ditemui Hukumonline di kawasan Jakarta Selatan.

 

Mengenai kasasinya yang ditolak, Amir sendiri mengakui pihaknya memang menjadi salah satu kreditor yang mengajukan upaya hukum tersebut. Dan putusan yang diambil para hakim agung, menurut Amir dirasa belum memenuhi rasa keadilan. Karena itu, pihaknya berencana mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA).

 

“Selama ini kita pelajari, menemukan penerapan hukum yang salah, seperti disetujui 1 BPKB, 1 juta, itu penerapan hukum yang salah. Di Pasal 281 ayat (2) itu dilanggar. Tapi kita sudah konsultasi dengan klien kami setuju aja buat PK karena itu harus ditempuh. Kita menerima putusan 2 hari sebelum due date-nya, itu kita dapat dari pengurus bukan dari pengadilan. Jadi persiapan kita tidak mumpuni untuk kasasi itu. Tapi dengan PK ada pembelajaran, apalagi kita udah pelajari dokumen, perjanjian yang ada kita bisa siap untuk perkara ini,” terangnya.

 

Kuasa hukum BRI Syariah lain yang juga berasal dari kantor hukum Amir Nasution & Asscociates, Ood Chrisworo menambahkan pihaknya sama sekali tidak ingin menghambat eksekusi dari putusan PKPU. Namun menurutnya, jika nanti BPKB diberikan, maka kliennya sama sekali tidak mempunyai jaminan kebendaan apapun untuk menagih sisa hutang sebesar Rp82 miliar.

 

“Kami tunduk UU Perbankan, tidak ada pinjaman tanpa jaminan. Di PKPU, hanya dengan rencana perdamaian, homoligasi, jaminan kebendaan diserahkan ke debitur, yang dalam hal ini menarik pembayaran dari mobil diserahkan ke bank, Rp1,7 miliar dari jaminan Rp84 miliar. Bagaimana bisa hak kebendaan dilepas, sisanya sekitar Rp82 miliar enggak ada jaminan. Ini melanggar UU Perbankan. Majelis harus mengetahui BRI, Mandiri milik negara yang juga mengumpulkan dananya dana masyarakat,” kata Ood.

Tags:

Berita Terkait