Jelang Kongres Ikatan Notaris Indonesia (INI) ke-24, sejumlah pihak masih silang pendapat terkait lokasi dilaksanakannya kongres. Hingga saat ini Pengurus Pusat INI masih belum mengeluarkan keputusan apapun terkait persoalan ini dan tengah menunggu keputusan dari seluruh anggota. Perbincangan ini terus bergulir di kalangan anggota sampai terdengar oleh Dewan Kehormatan INI.
“Ada sebagian besar Bakal Calon Ketua Umum menginginkan kongres betul-betul bebas dari segala macam kecurangan. Dia mau yang netral dan obyektif, itu kan harapan. Bukan artinya kongres diselenggarakan di mana pun tidak obyektif. Mereka meminta tempat yang bisa menghasilkan suatu keputusan kongres yang netral. Itu diakomodir (usulannya), dasar hukumnya juga sudah ada (mengenai) keputusan di luar kongres,” ujar Wakil Dewan Kehormatan INI, Dr. Pieter Latumeten dalam konferensi pers di Sekretariat INI, Jakarta, Kamis (6/10/2022).
Semua usulan sejumlah Bakal Calon Ketua Umum tersebut diajukan ke Pengurus Pusat INI, lalu jajaran pengurus mengakomodir usulannya dengan menanyakan persetujuan kepada seluruh anggota INI. “Kalau mayoritas anggota menolak, ya wajib di Jawa Barat (tempat pelaksanaan Kongres XXIV sesuai hasil KLB Riau 2022, red). Itu semua kembali kepada anggota, tinggal anggota menggunakan mekanismenya sesuai Pasal 22 (Anggaran Dasar INI). Kalau lebih dari setengahnya menolak artinya kembali (pelaksanaan di Jawa Barat),” kata dia.
Baca Juga:
- Jelang Kongres, Ini 3 Poin Himbauan Ketum Ikatan Notaris Indonesia
- PP INI: Belum Ada Keputusan Apapun mengenai Perubahan Lokasi Kongres
- Kongres INI Bakal Digelar November 2022, Ada 5 Bakal Calon Ketum
Dari adanya usulan perubahan tempat penyelenggaraan Kongres ke-24 INI, lantas menuai perbedaan pendapat terkait sejumlah pasal dalam Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) INI. Perihal apakah legal untuk Pengurus mengakomodir usulan yang hendak mengubah hasil keputusan Kongres Luar Biasa? Kalangan notaris terpecah menjadi dua, sebagian memandang hal tersebut dapat dilakukan. Sedangkan sebagian lagi tidak berpikir demikian. Menurut Pieter, hal ini terjadi karena adanya ruang multitafsir dalam AD/ART INI.
“Ini bagus momentumnya, dengan ada begini (kita menjadi sadar) berarti ada kekurangan tentang Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Orang boleh beda pendapat, kalau kita mau satukan ya ke pengadilan. Kalau saya melihat, Pasal 18 ayat (2) AD, bahwa ART tidak boleh bertentangan dengan AD. ART itu untuk melengkapi AD,” ungkap anggota aktif Ikatan Notaris Indonesia itu.
Yang terjadi hingga menuai perdebatan terdapat pasal dalam ART yang perlu disempurnakan agar sejalan dengan butir-butir pasal dalam AD. Apalagi, sampai dengan sekarang masih belum ada badan internal yang diatur dalam AD untuk menyelesaikan persoalan seperti ini. Menurutnya, jalan keluar dari masalah yang semakin kusut ini ialah untuk pihak anggota yang mempermasalahkan tindakan pengurus dapat mengambil haknya dengan menyelesaikan permasalahan ke meja hijau.