Berubah Setelah Persetujuan Bersama, Nasib UU Cipta Kerja di Ujung Tanduk?
Utama

Berubah Setelah Persetujuan Bersama, Nasib UU Cipta Kerja di Ujung Tanduk?

Presiden diminta menerbitkan Perppu pembatalan UU Cipta Kerja karena Pasal 72 UU No. 12/2011 hanya membolehkan perubahan teknis penulisan setelah persetujuan bersama. Jika tidak, MK seharusnya berani membatalkan UU Cipta Kerja ini karena dinilai melanggar prosedur pembentukan UU atau cacat formil.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 9 Menit

Perbedaan lain juga terlihat pada Bab VIA tentang Kebijakan Fiskal Nasional yang berkaitan dengan Pajak dan Restribusi. Versi 812 halaman, Bab VIA disisipkan di antara Bab VI dan Bab VII. Sedangkan versi 1.187 halaman, BAB VIA berubah menjadi BAB VIIA yang disisipkan diantara Bab VII dan Bab VIII. (Baca Juga: Ketika Informasi Draf UU Cipta Kerja Mengacaukan Ruang Publik)

Ketua Baleg Supratman Andi Agtas juga membenarkan Sekretariat Negara (Setneg) mengoreksi Pasal 46 UU Cipta Kerja terkait tugas Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas). Penghapusan pasal itu, menurutnya atas keinginan pemerintah yang mengusulkan pengalihan kewenangan BPH Migas ke Kementerian Energi Sumber Daya Mineral terkait dengan tol fee.

Namun, dalam pembahasan RUU di tingkat Panitia Kerja (Panja) bersama pemerintah, ternyata diputuskan tidak diterima. Namun hingga draf resmi 812 dilayangkan ke Presiden, ketentuan Pasal 46 ayat (1-4) memang masih tertuang dalam naskah tersebut. Setneg pun, kata Supratman, mengklarifikasi ke anggota Baleg, dan membenarkan Pasal 46 semestinya tak ada di draf resmi.

Terkait Bab VIA, politisi Partai Gerindra ini menerangkan posisi bab VIIA berada antara Bab VII dan Bab VIII, bukan di Bab VIA. Hal ini diketahui setelah pihaknya memeriksa kembali bersama Badan Keahlian Dewan (BKD). Dia memastikan penghapusan Pasal 46 ayat (1) sampai dengan (4) serta Bab VIA diantara Bab VII dan VIII hanya kesalahan pengetikan dan penempatan semata. “Tidak mengubah isi (pasal-pasal, red) sama sekali,” klaimnya.

Protes dan kritik dari berbagai kalangan kerap ditujukan pada DPR dan pemerintah terutama dari kalangan akademisi. Lalu, bagaimana sebenarnya prosedur pengesahan RUU menjadi UU setelah disetujui pemerintah dan DPR dalam rapat paripurna? Apakah dibolehkan ada perubahan redaksional, typo, dan substansi (materi muatan) pasal setelah persetujuan bersama itu?    

Materi tidak boleh berubah

Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia Prof Jimly Assiddiqie menilai perubahan naskah UU Cipta Kerja setelah disetujui bersama antara DPR dan pemerintah, bukan soal perubahan jumlah halaman. Terpenting teks naskah resmi yang standar dan UU sudah disahkan harus ada dan nyata.

“Coba cek, apa benar ketika disahkan (disetujui bersama, red) di DPR, naskah finalnya belum ada. Kalau para anggota DPR bisa buktikan mereka belum dibagi naskah (RUU Cipta Kerja, red) final, sangat mungkin dinilai bahwa penetapan UU tersebut tidak sah dan bisa dibatalkan MK,” kata Jimly saat dihubungi, Rabu (28/10/2020).         

Tags:

Berita Terkait