BI Perlu Buat Regulasi Baru Penentuan LDR bagi Bank
Berita

BI Perlu Buat Regulasi Baru Penentuan LDR bagi Bank

Jakarta, hukumonline. Rasio kecukupan modal (CAR) suatu bank selama ini masih digunakan sebagai alat untuk mengukur kesehatan bank. Hal tersebut berlaku universal, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di seluruh negara di manapun juga. Namun, apakah CAR memang merupakan satu-satunya alat untuk mengukur kesehatan bank?

Ari/APr
Bacaan 2 Menit

Oleh karena itu, permintaan beberapa bank agar CAR minimal 8 persen tidak diterapkan pada akhir 2001 agaknya tidak akan dikabulkan. BI sendiri telah meberikan tiga pilihan solusi bagi bank-bank yang diperkirakan pada akhir 2001 nanti tidak akan memenuhi ketentuan CAR 8 persen.

Solusinya adalah  akan di-bail out, merger, atau exit policy. Kalaupun akan dilakukan penyuntikan modal, juga tidak akan memakan biaya yang terlalu besar. "CAR 8 persen merupakan prakondisi untuk menetapkan pondasi perbankan yang kokoh ke depan," ujar Djoko Sarwono, Direktur Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI.

Selain itu, penetapan CAR 8 persen juga berkaitan dengan rencana akan dilepasnya fungsi pengawasan dari Bank Indonesia terhadap bank-bank. Untuk itu, akan dibentuk sebuah Lembaga Pengawas Jasa Keuangan (LPJK) untuk mengawasi kegiatan bank-bank dan penyedia jasa keuangan lainnya pada 2002.

Trauma kredit macet

Terhadap berbagai kemungkinan solusi yang ditawarkan oleh BI, Avi menilai bahwa merger bukan satu-satunya cara. Demikian juga dengan bail out. Bail out sama sekali tidak memecahkan persoalan. Pasalnya, bisa saja sebuah bank menambahkan sejumlah dana pada akhir tahun agar seolah-oleh CAR-nya mencapai 8 persen untuk kemudian ditarik lagi dananya.

Pendistribusian kewenangan untuk menentukan LDR bagi bank-bank cabang, memang juga dapat menjadi salah satu jalan keluar dalam rangka penyehatan suatu bank. Namun yang menjadi pertanyaan kemudian adalah, apakah dengan pemberian kewenangan bagi kantor cabang untuk menentukan jumlah kredit yang disalurkannya, dapat memberikan jaminan tidak akan ada kredit macet?

Orang pasti akan segera berpikir bahwa dengan fleksibilitas yang dimiliki oleh bank-bank cabang untuk memberikan kredit akan membuka peluang bagi munculnya kredit-kredit macet. Karena tentunya, kita juga tak ingin kejadian kredit macet kembali menimpa dunia perbankan kita.

Untuk itu, Avi menjelaskan bahwa memang apabila regulasi pemberian kewenangan kepada kantor cabang dalam menentukan jumlah kredit yang disalurkannya terwujud, akan membawa beberapa konsekuensi.

Namun, konsekuensi tersebut dapat diminimalisir dengan melakukan pengawasan yang ketat. Selama ini, banyaknya kredit macet adalah disebabkan kurangnya pengawasan dari BI terhadap bank-bank dalam memberikan kreditnya.

"Nah, ini juga sama. Olah karena itu, cabang BI di berbagai daerah juga harus melakukan pengawasan yang ketat terhadap bank-bank cabang di daerah agar tidak ada kredit macet," jelas Avi.

Satu solusi telah ditawarkan, walaupun tentunya masih harus dibuat kajiannya secara mendalam. Namun, bukan berarti tidak ada jalan keluar. Kini, hanya tinggal bergantung kepada niat baik, dalam hal ini adalah Bank Indonesia. Apakah mau mempertimbangkan ide atas solusi ini atau sudah punya solusi lain.

Tags: