Bolehkah Ultra Petita di Vonis Pinangki? Ini Penjelasan Hukumnya
Berita

Bolehkah Ultra Petita di Vonis Pinangki? Ini Penjelasan Hukumnya

Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.

Aji Prasetyo
Bacaan 4 Menit

Sehingga rujukan majelis hakim dalam memutus perkara adalah surat dakwaan jaksa, bukan surat tuntutan. Sehubungan dengan itu, M. Yahya Harahap dalam bukunya Pembahasan Permasalahan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali (hal. 354) menuliskan; Pemidanaan berarti terdakwa dijatuhi hukuman pidana sesuai dengan ancaman yang ditentukan dalam pasal tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa.

Dalam hal terdakwa didakwa dengan pasal alternatif, maka pasal mana yang terbukti dalam persidangan didasarkan pada penilaian pengadilan. Sementara mengenai putusan pemidanaan, secara normatif tidak ada satu pasal pun dalam KUHAP yang mengharuskan hakim memutus pemidanaan sesuai dengan tuntutan Jaksa/Penuntut Umum. Hakim memiliki kebebasan dalam menentukan pemidanaan sesuai dengan pertimbangan hukum dan nuraninya, bisa lebih tinggi dari apa yang dituntut.

M. Yahya Harahap menyebutkan ‘hakim dalam menjatuhkan berat ringannya hukuman pidana (strafmaat)yang akan dikenakan kepada terdakwa adalah bebas’. Undang-Undang memberi kebebasan kepada hakim untuk menjatuhkan pidana antara hukuman minimum dan maksimum yang diancamkan dalam pasal pidana bersangkutan. Pasal 12 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menegaskan hukuman pidana penjara selama waktu tertentu itu sekurang-kurangnya satu hari dan selama-lamanya lima belas tahun berturut-turut.

Ancaman pidana yang dimuat dalam perundang-undangan menunjukkan ketercelaan perbuatan yang dimanifestasikan dalam bentuk dan jumlah pidana yang diancamkan. Ancaman pidana yang tinggi menunjukkan ketercelaan yang tinggi dari perbuatan yang dilarang.

Hasil Penelitian

Kebebasan dan Independensi Hakim dalam Memutus Perkara Sebuah penelitian yang dilaksanakan Puslitbang Hukum dan Peradilan Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung (2015) juga menyimpulan KUHAP tidak mengatur bahwa putusan pemidanaan harus sesuai atau di bawah dari tuntutan Jaksa/Penuntut Umum. Dalam kasus tertentu dimana ditemukan fakta persidangan terdapat hal-hal yang memberatkan sehingga hakim memiliki keyakinan untuk menjatuhkan pidana lebih tinggi dari tuntutan jaksa, maka hukuman itu tidaklah melanggar hukum acara pidana.

Hal ini bisa terlihat dari bagian kesimpulan penelitian tersebut: “Merupakan kewenangan daripada hakim memutus sesuai fakta persidangan dan keyakinannya memberikan pemidanaan melebihi tuntutan Jaksa Penuntut Umum jika dirasa adil dan rasional. Apalagi merupakan sebuah realitas bahwa tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum tidaklah selalu sama atau sesuai dengan batasan maksimal ancaman pidana yang terdapat secara eksplisit dalam peraturan perundang-undangan. Hakim dapat memutus lebih tinggi dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum, namun tidak boleh melebihi batas maksimum ancaman pidana yang ditentukan Undang-Undang,” bunyi kutipan itu.

Meskipun ada kebebasan dan independensi hakim dalam menjatuhkan putusan, bukan berarti tak ada batasan. Batasan-batasan dimaksud antara lain:

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait