BPJS Diabaikan, Demo dan Gugatan Menyambut
Berita

BPJS Diabaikan, Demo dan Gugatan Menyambut

Pemerintah belum juga menerbitkan satu pun peraturan pelaksana BPJS.

ADY
Bacaan 2 Menit
Pemerintah belum juga menerbitkan satu pun peraturan pelaksana BPJS. Foto: ilustrasi (Sgp)
Pemerintah belum juga menerbitkan satu pun peraturan pelaksana BPJS. Foto: ilustrasi (Sgp)

Pemerintah kembali didesak untuk serius menjalankan BPJS, khususnya BPJS Kesehatan. Pasalnya, sampai saat ini pemerintah belum menerbitkan satu pun peraturan pelaksana BPJS Kesehatan.

Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Chazali Husni Situmorang menuturkan, risiko yang dihadapi pemerintah sangat besar jika BPJS tidak dijalankan. segi politik, ekonomi, sosial di tataran nasional dan internasional. Serta tak menutup kemungkinan bersinggungan dengan isu hukum, misalnya adanya gugatan. Karena, banyak pihak yang akan memprotes hal itu, bukan hanya serikat pekerja tapi juga lembaga negara lain.

Terkait belum diterbitkannya peraturan pelaksana BPJS Kesehatan, Chazali menjelaskan, pada dasarnya rancangan peraturan pelaksana itu sudah diselesaikan DJSN dan disampaikan kepada kementerian terkait untuk ditindaklanjuti. Chazali melihat dari beberapa kementerian yang menindaklanjuti peraturan pelaksana itu, hanya di tingkat kementerian keuangan (Kemenkeu) yang pembahasannya belum selesai.

Menurut Chazali Kemenkeu masih membahas besaran iuran yang akan ditetapkan untuk penerima bantuan iuran (PBI). Dalam menetapkan PBI, Kemenkeu masih mempertimbangkan kemampuan pemerintah untuk menanggung PBI yang direncanakan sebesar Rp22.200. Menurutnya, PBI itu akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) dan rancangannya sudah masuk ke Sekretariat Negara untuk ditandatangani.

Selain regulasi, Chazali mengingatkan, hal yang tak kalah penting untuk diperhatikan pemerintah dalam menyelenggarakan BPJS adalah infrastruktur kesehatan. Semisal masih dibutuhkan sekitar tujuh ribu tempat tidur. Oleh karena itu, untuk membantu pelaksanaan BPJS, pemerintah harus menggandeng rumah sakit swasta. Untuk menarik minat rumah sakit swasta besaran iuran sangat mempengaruhi. Pasalnya rumah sakit swasta tidak akan mau bekerjasama dengan BPJS jika iurannya tidak sesuai dengan biaya operasional yang dikeluarkan.

Chazali memprediksi dalam penyelenggaraan BPJS nanti, Puskesmas yang akan dilibatkan sebanyak 9.419 unit dan lebih dari 30.000 klinik swasta. Secara keseluruhan, jumlah rumah sakit swasta yang akan dilibatkan dalam penyelenggaraan BPJS sekitar 60 persen. Sedangkan, kerjasama yang dibangun antara pemerintah dan rumah sakit swasta bukan antara pemerintah dan rumah sakit yang bersangkutan. Namun, rumah sakit swasta itu harus bergabung dalam asosiasi dan pemerintah akan menjalin kerjasama lewat asosiasi tersebut.

Pada kesempatan yang sama Direktur PT Jamsostek, Elvyn G Masassya, mengatakan regulasi menjadi faktor utama dalam proses transformasi BPJS. Jika regulasi yang diterbitkan itu baik, maka pelaksanaan BPJS akan berjalan lancar.

Elvyn mengatakan PT Jamsostek mengusulkan sejumlah ketentuan untuk pelaksanaan BPJS. Misalnya, tentang investasi yang dibatasi dalam UU BPJS, sehingga PT Jamsostek nanti hanya dapat berinvestasi di beberapa sektor yang ditentukan lewat peraturan pemerintah. Dia khawatir jika investasi itu dibatasi, akan menurunkan besaran rata-rata investasi yang sudah dicapai dengan baik oleh PT Jamsostek yaitu sekitar 10 persen.

Sementara Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, mengatakan serikat pekerja yang tergabung dalam Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) akan mengusung isu jaminan kesehatan dan sosial serta pensiun pada 2013. Bila pemerintah tak kunjung menerbitkan peraturan pelaksana BPJS Kesehatan sampai akhir tahun ini, Iqbal menyebut serikat pekerja bakal menggelar demonstrasi besar-besaran. “Sudahlah (pemerintah,-red) jangan main-main,” tukasnya.

Sampai saat ini, Iqbal melihat pemerintah, khususnya Kemenkeu menghambat pelaksanaan BPJS Kesehatan yang dilaksanakan 2014. Pasalnya, belum satu pun peraturan pelaksana yang diterbitkan. Padahal, mengacu UU BPJS, pemerintah diamanatkan untuk menerbitkan peraturan itu satu tahun sebelum dijalankannya BPJS Kesehatan. Jangka waktu itu menurutnya sudah lewat pada akhir bulan lalu.

Pada kesempatan yang sama, Koordinator BPJS Watch, Timboel Siregar mengatakan bukan tak mungkin rakyat mengajukan gugatan atas kelambanan pemerintah dalam menerbitkan peraturan pelaksana BPJS.

Ironisnya, Timboel merasa ketidakseriusan menjalankan BPJS bukan hanya di pihak pemerintah, tapi juga DPR. Pasalnya, sampai saat ini Timboel merasa DPR kurang mengawal proses pembentukan BPJS, sehingga pemerintah lagi-lagi melalaikan amanat UU. Sebelumnya, Timboel mendesak agar DPR membentuk tim pengawas (Timwas) BPJS untuk mengawal proses itu. Sayangnya, setelah berkomunikasi dengan beberapa anggota DPR, Timboel merasa tidak mendapat respon yang memuaskan.

Urusan menggugat pemerintah dan DPR karena dianggap tak serius menerapkan jaminan sosial, pernah dilakukan oleh serikat pekerja dan unsur masyarakat yang tergabung dalam Komite Aksi Jaminan Sosial pada 2010 lalu. Kala itu pemerintah dan DPR digugat karena tak menerbitkan UU BPJS sampai habis batas waktunya pada 2009 silam. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan itu.

Terpisah, anggota Komisi III DPR dari FPKS, Indra, mengaku sudah mendorong DPR untuk membentuk Timwas DPR. Hal itu sudah diutarakan dalam sidang paripurna pada Selasa pekan lalu. Sayangnya, mantan anggota Komisi IX DPR yang sampai saat ini fokus memantau pembentukan BPJS itu mengatakan anggota DPR lainnya tidak memberi respon positif.

Padahal, dalam sidang paripurna itu Indra telah menjelaskan bahwa pemerintah kembali lalai menjalankan amanat UU khususnya BPJS. “Dalam rapat paripurna, saya (FPKS) sudah mendesak agar dibentuk Timwas BPJS, tapi belum dapat respon positif dari yang lain,” pungkas Indra kepada hukumonlinelewat pesan singkat, Jumat (14/12).

Tags: