BPOM Diusulkan Memiliki Kewenangan Eksekutorial Melalui RUU POM
Terbaru

BPOM Diusulkan Memiliki Kewenangan Eksekutorial Melalui RUU POM

Karena ada tiga persoalan mendasar terhadap lemahnya pengawasan obat dan makanan.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
BPOM Diusulkan Memiliki Kewenangan Eksekutorial Melalui RUU POM
Hukumonline

Pengaturan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) yang diatur melalui Peraturan Presiden (Perpres) No.80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan menjadikan lembaga tersebut terbatas kewenangannya. Padahal, tugas pokok dan fungsinya dalam mengawasi dan menindak produsen obat dan makanan yang melanggar aturan amat dibutuhkan. Tapi sayangnya BPOM tak memiliki kewenangan menindak.

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Sultan B Nadjamudin mengatakan masyarakat dan kelompok civil society harus mendukung BPOM dalam mengusut puluhan jenis obat sirop yang ditengarai menjadi penyebab kasus gagal ginjal akut. Menurutnya, tidak tepat menyalahkan sepenuhnya terhadap BPOM dalam mengawasi industri farmasi di Indonesia. Sebab, pengawasan tersebut menjadi tugas lintas sektor yang berakibat proses pengawasan tidak berjalan efektif dan efisien.

Dia berpendapat BPOM menjadi lembaga yang memverifikasi secara berkala produk farmasi sebelum dan sesudah beredar di pasaran. Sultan melihat BPOM sejauh ini telah menjalankan tugasnya sesuai standar operasional prosedur (SOP) dan aturan yang ada. Sayangnya, dalam menjalankan tugas dan fungsi pengawasan yang sedemikian luas, BPOM tidak dilengkapi dengan kewenangan yang kuat dan sumber daya manusia yang cukup dalam memastikan produk obat makanan yang beredar telah aman dikonsumsi masyarakat.

Alhasil, tak sedikit temuan produk konsumsi tanpa izin dan terbukti mengandung bahan-bahan berbahaya, seperti halnya yang terjadi kasus gagal ginjal akut. Salah satunya, dikarenakan BPOM belum memiliki sistem pengawasan yang efektif dan efisien untuk mengawasi produk-produk konsumsi masyarakat.

Senator asal Bengkulu itu mengusulkan agar BPOM diperkuat kewenangannya dengan UU tersendiri, serta menjadi satu lembaga pemerintah non kementerian (LPNK) yang diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam melaksanakan tugas pengawasannya. “Hal ini penting dilakukan agar BPOM benar-benar menunjukkan posisi dan perannya dengan semangat kredibilitas, independensi dan profesionalisme yang tinggi,” ujarnya melalui keterangannya, Minggu (20/11/2022).

Menurutnya, dengan berjalannya proses pembentukan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengawasan Obat dan Makanan (POM) di DPR menjadi momentum tepat bagi negara dalam memastikan penguatan kewenangan BPOM. Setidaknya agar negara memastikan tidak lagi terulang kasus gagal ginjal di masyarakat.

“Oleh karena itu, baik pemerintah dan lembaga legislatif termasuk civil society perlu mengkaji bersama dan merumuskan RUU terkait BPOM ini,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait