Ada dua permasalahan yang melekat dalam hal jaminan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang saat ini berada di tangan Badan penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Masalah pertama adalah keabsahan agunan atau jaminan BLBI yang belum atau tidak dapat diikat secara hukum. Masalah kedua adalah rendahnya nilai recovery rate dari jaminan BLBI yang dikuasai oleh BPPN tersebut.
Mengenai keabsahan dari jaminan kredit, jelas sekali hal ini merupakan suatu perbaikan yang dibutuhkan dalam sistem hukum perbankan kita. Di masa lalu, BLBI diberikan dengan jaminan promes yang dikeluarkan oleh bank-bank penerima BLBI sesuai dengan nilai kelayakan yang dimiliki.
Ternyata sekarang, kita lihat bahwa nilai promes tidak sebesar apa yang ditullis dalam surat utang itu. Kalau dilihat jenjang dari permasalahan tersebut, hal yang pertama sekali adalah bahwa pada waktu bank (komersial) itu memberikan kredit, dia menerima agunan dari nasabahnya, baik berupa tanah, saham, surat berharga, maupun tagihan-tagihan lainnya.
Setelah itu, bank komersial tersebut mengagunkan kembali kepada Bank Indonesia (BI). Baru kemudian BI menyerahkan agunan tersebut diserahkan kepada BPPN. Sehingga sekarang ini, BPPN menguasai pabrik, tanah, perkebunan dan lain-lainnya. Jadi terlihat paling tidak ada tiga jenjang.
Dari alur tersebut terlihat bahwa telah ada masalah sejak bank menerima jaminan dari nasabahnya. Memang dalam sistem hukum kita, masih banyak kelemahan hukum dalam hal perikatan, surat-menyurat tanah, dan sebagainya. Hal ini yang kita alami dan hal itu bersifat sangat luas.
Dalam hal jaminan kredit, sangat berbeda antara nilai buku dan nilai komersial. Nilai komersial suatu aset, jelas bergantung kepada lokasi, kondisi pada saat sekarang. Sehingga, nilai pasarnya mungkin sudah beda dengan nilai pasar pada waktu itu.
Masalah-masalah tersebut menggambarkan bahwa sistem hukum kita masih memerlukan perbaikan. Barang kali aturan kita masih perlu diperbaiki, termasuk menyangkut masalah keabsahan agunan. Mengenai enforcement-nya sendiri, BI hanya merupakan salah satu sekrup dari sistem hukum yang lebih luas.