Capres-Cawapres Diminta Transparan Soal Dana Kampanye
Berita

Capres-Cawapres Diminta Transparan Soal Dana Kampanye

Diharapkan jadi budaya bahwa pemimpin negara peduli dengan aspek good governance.

FAT
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES
Dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden (Capres-Cawapres) yang telah mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta untuk transparan terkait laporan dana kampanye. Permintaan ini datang dari Dewan Pengurus Nasional Ikatan Akuntan Indonesia (DPN IAI).

Direktur Eksekutif DPN IAI, Elly Zarni Husin, menilai masa depan bangsa tercermin dari kepedulian pemimpinnya yang melaksanakan aspek good governance. Ia berharap pemimpin negara yang concern dengan aspek good governance menjadi sebuah budaya dalam melaksanakan pemerintahan.

“Berharap jadi budaya, bahwa pemimpin negara peduli aspek good governance, transparansi dan akuntabilitas sehingga menjadi contoh ke seluruh jajarannya,” kata Elly dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin (26/5).

Menurutnya, pasangan capres-cawapres tersebut harus Peraturan KPU No. 17 Tahun 2014 tentang Dana Kampanye Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) Tahun 2014. Dalam penyusunan laporan penerimaan dan penggunaan dana kampanye serta audit dana kampanye Pilpres wajib menggunakan jasa akuntan publik.

“Kami siap mensupport dengan akuntan yang profesional, mulai dari aspek perencanaan, pelaporan, penganggaran,” kata Elly.

Sekjen FITRA Yenny Sucipto mengatakan, ada tiga pilar yang harus dipenuhi agar aspek good governance terwujud dalam pelaporan dana kampanye. Pertama, transparansi. Menurutnya, sejak lahir UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), FITRA telah mencoba uji akses kepada 108 kementerian/lembaga. Dari jumlah tersebut, hampir 50 persennya tidak mengimplementasikan UU KIP.

Uji akses juga pernah dilakukan FITRA kepada pemerintah kabupaten/kota hingga partai politik menjelang pemilihan umum. Yenny menilai, uji akses kepada partai politik bukanlah hal yang mudah. Menurutnya, uji akses kepada partai politik ini bertujuan untuk mengetahui independensi pendanaan yang masuk. “Kami pernah mencoba akses dokumen terutama terkait anggaran, agar tahu independensinya, tapi hal itu susah dilakukan,” katanya.

Untuk pilar yang kedua adalah pentingnya partisipasi dari publik. Biasanya, partisipasi publik hanya ada di tingkat perencanaan, sedangkan di tingkat pembahasan tidak ada. “Padahal, yang rawan ada di tingkat pembahasan. Kenyataannya rakyat masih dinegasikan dalam partisipasi penyusunan anggaran,” katanya. Sedangkan untuk pilar yang ketiga adalah terkait akuntabilitas yang bertujuan terciptanya transparansi.

Anggota DPN IAI Dwi Setiawan menambahkan, berbeda dengan pemilihan umum legislatif, tanggung jawab pelaporan dana kampanye Pilpres berada di tangan capres dan cawapres tersebut. Atas dasar itu, pasangan capres dan cawapres yang ingin mengikuti Pilpres wajib mengungkapkan semua transaksi dana kampanye dan sumbangannya secara benar.

“Kedua kandidat (pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, red) punya risiko yang tinggi ketika tidak siapkan dari awal perencanaan kebutuhan dana kampanye satu bulan ini,” tutur pria yang disapa Iwan ini.

Menurutnya, risiko makin besar jika pasangan capres dan cawapres tersebut diusung oleh koalisi yang memiliki tim kampanye. Dalam Peraturan KPU tentang Dana Kampanye Pilpres, ada kewajiban bagi tim kampanye baik di tingkat nasional maupun tingkat daerah untuk membuka rekening khusus. Rekening ini wajib dilengkapi dengan surat pernyataan dari pasangan capres dan cawapres.

Iwan mengatakan, keberadaan tim kampanye semakin menambah risiko bagi pasangan capres dan cawapres dalam hal pelaporan dana kampanye mereka. “Jika tidak jelas tim kampanye, ada indikasi tidak jelas pula dana pelaporannya,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait