Cara Mengembalikan Martabat MK Setelah Putusan MKMK
Utama

Cara Mengembalikan Martabat MK Setelah Putusan MKMK

Mulai dari peradilan ulang dengan perkara baru dan unsur baru hingga pembenahan rerkutmen hakim konstitusi.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 3 Menit
Narasumber dalam webinar bertajuk 'MKMK dan Upaya Mengembalikan Mahkamah Konstitusi yang Bermartabat', Senin (6/11/2023). Foto: NEE
Narasumber dalam webinar bertajuk 'MKMK dan Upaya Mengembalikan Mahkamah Konstitusi yang Bermartabat', Senin (6/11/2023). Foto: NEE

Setidaknya ada dua hal yang bisa dilakukan untuk dugaan cacat etik Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Putusan MK No.90/PUU-XXI/2023. Putusan kontroversial ini tentang syarat batas usia mencalonkan diri sebagai calon Presiden dan/atau calon Wakil Presiden (capres-cawapres). Gara-gara putusan ini seluruh hakim konstitusi dilaporkan masyarakat atas dugaan pelanggaran etik, terutama Ketua MK Anwar Usman.

“Ada dua langkah jangka pendek dan jangka panjang,” kata I Dewa Gede Palguna, Hakim Konstitusi periode 2003-2008 dan periode 2015-2020. Ia pernah menjabat Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Ia menyampaikan pendapatnya itu dalam seminar daring yang digelar Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (FH Unpad) bersama Pusat Studi Kebijakan Negara (PSKN) FH Unpad, Senin (6/11/2023). Seminar ini berjudul ‘MKMK dan Upaya Mengembalikan Mahkamah Konstitusi yang Bermartabat’.

Baca Juga:

Pertama, Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang maknanya telah ditafsirkan ulang oleh Putusan MK No.90/PUU-XXI/2023 layak diuji ulang ke MK sebagai objek perkara baru. Hal ini memang akan menjadi yang kali pertama dalam sejarah MK di Indonesia. Namun, upaya ini dipuji Palguna sebagai layak dilakukan. “Nanti ratio decidendi pertimbangan-pertimbangan hakim dalam putusan itu bisa diuji ulang,” kata Palguna.

Kedua, secara jangka panjang sangat mendesak ada pembenahan mekanisme rekrutmen hakim konstitusi. Pembenahan itu adalah merinci dan mengatur lebih jauh kriteria hakim konstitusi mengacu Pasal 24C ayat (5) UUD 1945. “Ada syarat calon hakim konstitusi begitu berat di sana, tiba-tiba dalam UU tentang Mahkamah Konstitusi tidak diatur lebih jauh. Detil berikutnya diserahkan pada tiga lembaga pengusul,” ujarnya.

Palguna merujuk isi pasal itu yang menyebut hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara. “Saya tidak menafikan unsur politik pasti akan selalu ada dalam pencalonan hakim konstitusi di seluruh dunia, tetapi prosesnya sampai terpilih harus akuntabel,” harapnya.

Palguna mengkritik bahwa parameter lebih rinci dari syarat-syarat itu tidak pernah jelas dari tiga lembaga negara yang berhak mengusulkan calon hakim konstitusi. “Sudah tiga kali undang-undang tentang MK diubah, tapi selalu soal umur yang diutak-atik.”

Tags:

Berita Terkait