Catatan Kritis ICW Soal Lemahnya Penegakan Korupsi dalam Momen Hakordia 2022
Terbaru

Catatan Kritis ICW Soal Lemahnya Penegakan Korupsi dalam Momen Hakordia 2022

Peringatan Harkodia harus dijadikan momentum serius pembenahan aspek politik dan hukum dari seluruh cabang kekuasaan untuk mengembalikan ruh pemberantasan korupsi seperti sedia kala.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Peneliti Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana. Foto: Istimewa
Peneliti Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana. Foto: Istimewa

Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) tahun ini layak disikapi dengan rasa berkabung atas runtuhnya komitmen negara dan robohnya harapan masyarakat. 

Siti Juliantari, Wakil Koordinator ICW, mengungkapkan setelah menggempur habis-habisan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui revisi regulasi kelembagaan, ditambah mengobral remisi dan pembebasan bersyarat kepada para koruptor, kali ini hukuman kepada pelaku korupsi pun berhasil dipangkas melalui pengesahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

"Keseluruhan problematika tersebut dihasilkan dengan jalur politik, khususnya pembentukan undang-undang yang diinisiasi oleh Presiden Joko Widodo bersama segenap anggota legislatif di DPR," kutip Siti dalam keterangan persnya, Jumat (9/12).

Baca Juga:

Dia melanjutkan beranjak pada bagian lain, struktur hukum, seperti KPK, Kepolisian, Kejaksaan, maupun lembaga kekuasaan kehakiman praktis memburuk setiap tahunnya. Performa KPK sebagai garda terdepan pemberantasan korupsi juga semakin terpuruk di bawah komando Ketua KPK, Firli Bahuri. "Masalah ini praktis semakin mengikis kepercayaan masyarakat terhadap KPK," imbuhnya.

Sementara itu, Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW, Kurnia Ramadhana menyampaikan tak kalah buruk, Kepolisian turut menunjukkan tren serupa. Berdasarkan catatan ICW, Korps Bhayangkara hanya mampu menyelesaikan tujuh persen dari total target 813 kasus sepanjang semester pertama tahun 2022.

Problematika lain juga berada di Kejaksaan. Sekalipun banyak mengungkap perkara besar, namun kabar pemulihan kerugian keuangan negara jarang terdengar. Ditambah wacana pengampunan pelaku korupsi melalui restorative justice yang belakangan waktu terakhir kerap disampaikan Kejaksaan tanpa ada basis argumentasi.

"Apalagi kekuasaan kehakiman, ragam vonis ringan disertai pertimbangan ganjil hingga penetapan dua hakim agung sebagai tersangka menunjukkan bobroknya wajah pengadilan di Indonesia," imbuh Kurnia.

Tags:

Berita Terkait