Cerita di Balik Penangkapan Nurhadi
Berita

Cerita di Balik Penangkapan Nurhadi

KPK telah memeriksa lebih dari 13 rumah mencari keberadaan Nurhadi. Dari Jakarta hingga ke Jawa Timur.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

Nurhadi dan Rezky selama 20 hari pertama terhitung sejak tanggal 2 Juni 2020 sampai dengan 21 Juni 2020 masing-masing ditahan di Rumah Tahanan KPK Kavling C1. Sebelumnya kedua tersangka ini dikenakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsidairr Pasal 5 ayat (2) lebih subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Berawal dari kasus suap

Kasus ini merupakan hasil pengembangan operasi tangkap tangan pada 20 April 2016 dengan nilai awal Rp50 juta yang diserahkan oleh bekas pegawai PT Artha Pratama Anugerah, Doddy Ariyanto Supeno, kepada mantan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution. Dari situ kemudian berturut-turut dua nama besar menjadi tersangka mulai dari Eddy Sindoro, mantan petinggi Lippo Group hingga advokat Lucas.

“Perkara ini merupakan pengembangan Operasi Tangkap Tangan pada tanggal 20 April 2016 di Jakarta, di mana KPK sebelumnya telah menetapkan 4 Tersangka yaitu Doddy Ariyanto Supeno, Edy Nasution, Eddy Sindoro dan Lucas dan perkaranya telah berkekuatan hukum tetap,” kata Ghufron.

Doddy divonis bersalah dan dihukum selama 4 tahun denda Rp150 juta subside 3 bulan kurungan. Sementara Edy Nasution divonis 5,5 tahun dengan jumlah denda yang sama. Keduanya terbukti bersalah masing-masing memberi dan menerima suap Rp100 juta terkait penundaan teguran perkara niaga PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) melawan Kymco melalui PN Jakarta Pusat.

Edy juga terbukti menerima uang sebesar AS$50 ribu ditambah Rp50 juta untuk pengurusan pengajuan Peninjauan Kembali (PK) PT Across Asia Limited (AAL). Nah dalam surat tuntutan mereka akhirnya diketahui adanya keterlibatan Eddy Sindoro dalam perkara tersebut. Penuntut umum meminta majelis menggunakan salah satu barang bukti untuk perkara Eddy Sindoro yang kemudian ditetapkan tersangka oleh KPK. Eddy sempat buron selama beberapa tahun dan kemudian baru menyerahkan diri ke KPK.

Dalam proses persidangan diketahui ia berkonsultasi dengan pihak lain sebelum memutuskan pergi dari Indonesia. Dan orang yang diduga berkonsultasi dengan Eddy yaitu advokat Lucas. Eddy sendiri divonis bersalah karena diduga bersama-sama dengan Doddy menyuap Edy Nasution sebesar Rp100 juta dan  AS$50 ribu dan dihukum selama 4 tahun denda Rp200 juta subside 3 bulan.

Kemudian dari proses persidangan itu KPK menetapkan Lucas sebagai tersangka. Sempat terjadi perdebatan menarik dalam pembuktian penuntutan berkaitan dengan siapa yang berkomunikasi dengan Eddy Sindoro. Lucas sendiri membantah tegas dirinya yang berkomunikasi dengan Eddy dan menyarankan agar dia tidak kembali ke Indonesia. (Baca: Nurhadi Masuk DPO KPK)

Namun majelis menyetujui argumentasi dan bukti yang diajukan penuntut umum sehingga Lucas terbukti bersalah karena diduga menghalangi proses penyidikan dan dihukum penjara selama 7 tahun denda Rp600 juta subside 6 bulan kurungan. Salah satu bagian yang menarik dari putusan ini adalah pada saat hakim anggota Emilia Djajasubagdja membacakan unsur Pasal 55 ayat (1) mengenai perbuatan pidana yang dilakukan secara bersama-sama. Majelis menganggap terdakwa sebagai aktor intelektual dalam perkara ini.

"Terdakwa termasuk dalam kualifikasi pelaku intelektual (intellectual dader atau master mind) yang turut serta dalam mewujudkan delik, sedangkan Dina Soraya (Sekretaris PT Gajendra Adhi Sakti-- red) adalah orang yang menjalankan perintah atau permintaan terdakwa dengan cara mengkoordinir orang-orang yang mempunyai kedudukan tertentu di Bandara Soekarno Hatta," majelis saat membacakan amar putusan pada 20 Maret 2019 lalu.

Ia tak terima dan mengajukan banding karena menganggap putusan tersebut hanya mengadopsi dakwaan dan tuntutan KPK. "Satu hari pun (dihukum), saya nyatakan banding. Saya menghormati majelis sebagai Wakil Tuhan, tapi saya melihat tidak ada pertimbangan sama sekali menyangkut bukti persidangan, fakta persidangan. Yang ditimbang adalah semua tuntutan dari jaksa, dakwaan jaksa diadopsi semuanya," tegas Lucas ketika itu. Pada tingkat banding hukumannya dikurangi menjadi 5 tahun, KPK tak terima dan mengajukan kasasi ke MA, namun hakim agung kembali mengurangi hukumannya menjadi 3 tahun.

Setelah perkara suap dan menghalangi penyidikan selesai, ternyata KPK melakukan pengembangan. Di akhir periode kepemimpinan Agus Rahardjo cs, lembaga antirasuah ini memberi “kado perpisahan” dengan menetapkan Nurhadi sebagai tersangka. Sempat mengajukan praperadilan, namun kandas dan Nurhadi kerap mangkir dari pemeriksaan dan diketahui melarikan diri hingga akhirnya berhasil ditangkap penyidik.

Tags:

Berita Terkait