Tujuh Poin Kritik ICW di 100 Hari Masa Kerja Firli Bahuri Cs
Berita

Tujuh Poin Kritik ICW di 100 Hari Masa Kerja Firli Bahuri Cs

KPK anggap kritik agar pemeberantasan korupsi lebih baik.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Gedung KPK. Foto: RES
Gedung KPK. Foto: RES

Tak terasa sudah 100 hari sudah pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di bawah pimpinan Firli Bahuri cs bertugas memimpin lembaga antirasuah. Dalam jangka waktu tiga bulan ini, Indonesia Corruption Watch (ICW) memberikan tujuh catatan kritis terhadap kinerja KPK.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan dalam kurun waktu tiga bulan lebih itu para pimpinan KPK menuai banyak kontroversi. Karena itu pula, kepercayaan publik terhadap KPK turun drastis. Hal ini terlihat dari hasil riset Indo Barometer dan Alvara Institute pada awal tahun 2020 menggambarkan hal itu.

“Dua riset itu sekaligus mengkonfirmasi pesimisme masyarakat luas atas proses seleksi pimpinan KPK yang dianggap tidak kredibel, ceroboh dan tidak mengindahkan berbagai rekam jejak yang ada” kata Kurnia dalam keterangan tertulisnya.

Kurnia menjabarkan tujuh poin yang dimaksud. Pertama gagal menangkap para tersangka yang berstatus buron, salah satunya politisi PDI Perjuangan Harun Masiku dan mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi. Padahal rekam jejak lembaga antirasuah selama ini dikenal cepat dalam menemukan pelaku korupsi yang melarikan diri.

Sebagai contoh, mantan bendahara Partai Demokrat M Nazarudin dalam waktu 77 hari dapat ditangkap KPK di Kolombia. Namun ada catatan hukumonline mengenai mantan Bos Lippo Group Eddy Sindoro yang sempat melarikan diri sekitar dua tahun. Bedanya, Eddy dan Nazar kabur ke luar negeri, sedangkan Harun dan Nurhadi diyakini banyak pihak masih berada di Indonesia.

Poin kedua Komisioner KPK dianggap tidak memberikan informasi yang transparan terkait penanganan perkara kepada publik. Hal ini menurut Kurnia bisa dilihat pada kejadian dugaan penyekapan penyidik KPK di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) saat mengejar Harun Masiku sebelum menjadi buron. Dan sampai saat ini tidak ada satupun Komisioner KPK yang memberikan informasi yang utuh dan jujur tentang kejadian tersebut. “Bahkan saat rapat dengar pendapat bersama Komisi III DPR RI, Ketua KPK menolak memberikan jawaban ketika ditanya tentang kejadian di PTIK,” pungkasnya.

(Baca juga: Keppres Pengangkatan Pimpinan KPK Nurul Ghufron akan Digugat ke PTUN).

Poin ketiga, Komisioner KPK terlihat bertindak sewenang-wenang terhadap pegawainya sendiri. Bukti konkret atas tindakan ini dapat dilihat ketika Penyidik KPK, Kompol Rossa, diberhentikan tanpa melalui mekanisme yang jelas. Padahal yang bersangkutan sedang menangani perkara dugaan suap yang melibatkan Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan mantan calon anggota legislatif PDIP Harun Masiku.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait