Civitas UI dan Unhas Warning Atas Hancurnya Tatanan Hukum dan Demokrasi
Utama

Civitas UI dan Unhas Warning Atas Hancurnya Tatanan Hukum dan Demokrasi

Mengutuk semua tindakan yang menindas kebebasan berekspresi. Menuntut semua ASN, pejabat pemerintah, TNI dan Polri bebas dari paksaan untuk memenangkan salah satu pasangan calon tertentu.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

Prof Tuti  yang mantan Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia (Dirjen HAM) Kemenkumham itu  menyebut keserakahan atas nama pembangunan tanpa naskah akademik berbasis data, tanpa kewarasan akal budi dan kendali nafsu. Keserakahan menyebabkan sumber daya alam makin punah, hutan, air, dan kekayaan di bawah tanah dan laut, serta memusnahkan keanekaragaman hayati. Kemudian di dalam hutan, di pinggir sungai, danau, dan pantai ada manusia, flora dan fauna serta keberlangsungan budaya dan adat bangsa Indonesia yang dilupakan.

“Kami resah dan geram atas sikap dan tindak para pejabat, elit politik dan hukum yang mengingkari sumpah jabatan mereka untuk tumpuk harta pribadi, keuasaan, membiarkan negara tanpa kelola dan digerus korupsi yang memuncak jelang pemilu,” ujar Prof Tuti yang juga mantan Dirjen Administrasi Hukum Umm (AHU) Kemenkumham itu.

Civitas akademika UI menurut Prof Tuti cemas. Sebab kegentingan yang terjadi belakangan bakal menghancurkan masa depan Indonesia ke depan. Dia mengingatkan salah satu perumus UUD 1945 sekaligus Rektor UI Periode 1951-1955 Mr Supomo, berpesan civitas akademika UI harus merebut kembali jaman keemasan Sriwijaya yang menjadi pusat ilmu pengetahuan dan kesejahteraan. Oleh karena itu berdasarkan kebebasan akademik civitas akademika UI mengajak warga UI dan alumni UI serta masyarakat Indonesia untuk merapatkan barisan.

Dalam seruannya itu, mantan tim perumus Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidan (RKUHP) itu menyebut 4 hal. Pertama, mengutuk semua tindakan yang menindas kebebasan berekspresi. Kedua, menuntut hak pilih rakyat dalam pemilu dijalankan tanpa intimidasi dan ketakuktan, serta berlangsung dengan jujur dan adil.

Ketiga, menuntut seluruh aparat sipil negara (ASN), pejabat pemerintah, TNI dan Polri bebas dari paksaan memenangkan salah satu pasangan calon tertentu. Keempat, menyerukan semua perguruan tinggi di Indonesia untuk mengawasi dan mengawal ketat pemungutan dan penghitungan suara pemilu 2024.

“Mari jaga demokrasi dan NKRI yang kita banggakan,” tutupnya.

Pada hari yang sama civitas akademika Universitas Hasanuddin (Unhas), Sulawesi Selatan, menyerukan petisi serupa bertema Pernyataan Sikap Forum Guru Besar dan Dosen Unhas: Unhas Bergerak Untuk Demokrasi. Petisi dibacakan anggota Divisi Dewan Profesor Unhas, Prof Triyatni Martosenjoyo.

“Setelah mencermati perkembangan rangkaian proses pemilu 2024, tata kelola pemerintahan serta kehidupan demokrasi nasional maka forum Guru Besar dan dosen Unhas menyatakan sikap,” katanya membacakan petisi di kampus Unhas, Makassar, Sulawesi Selatan.

Prof Triyatni membacakan 4 poin petisi. Pertama, senantiasa menjaga dan mempertahankan Pancasila dan UUD 1945 dalam pelaksanaan Pemilu sebagai instrumen demokrasi. Kedua, mengingatkan Presiden Jokowi, dan semua pejabat negara, aparatur hukum dan aktor politik yang ada di kabinet untuk tetap berada pada koridor demokrasi dan kedepankan nilai kerakyatan dan keadilan sosial serta rasa nyaman dalam demokrasi.

Ketiga, meminta KPU, Bawaslu dan DKPP sebagai penyelenggara pemilu agar kerja profesional dan sungguh-sungguh sesuai aturan berlaku. Penyelenggara pemilu senantiasa menjunjung tinggi prinsip independen, tranpsaran, adil, jujur, tidak berpihak dan teguh menghadapi intervensi pihak manapun.

Keempat, menyerukan kepada masyarakat dan elemen bangsa secara bersama, mewujudkan iklim demokrasi sehat dan bermartabat untuk memastikan Pemilu berjalan jujur dan aman.  “Agar hasil Pemilu dan Pilpres (Pemilu Presiden dan Wakil Presiden) mendapat legitimasi kuat berbasis penghormatan suara rakyat,” tutup Prof Triyatni.

Tags:

Berita Terkait