Data As New Oil dalam Konstruksi Hukum Ekonomi Digital di Indonesia
Kolom

Data As New Oil dalam Konstruksi Hukum Ekonomi Digital di Indonesia

“The world’s most valuable resource, data and the new rules of competition” The Economist, May 2017.

Bacaan 2 Menit

 

C.F.G Sunaryati Hartono sebagai Ibu Hukum Ekonomi di Indonesia menyatakan dengan tegas bahwa dalam teori hukum dimuat istilah “Hukum Ekonomi” merupakan terjemahan dari Economisch Recht (Belanda) atau Economic Law (Amerika). Sekalipun demikian menurut Sunarjati, pengertian atau konotasi Economisch Recht di Belanda ternyata berbeda dengan arti Economic Law di Amerika Serikat. Sebab pengertian Economisch Recht (Belanda) sebenarnya berasal dari istilah Droit E’conomique (Perancis) yang sebelumnya dipakai oleh Gerard Farjat dan yang setelah Perang Dunia Kedua berkembang menjadi Droit de l’economie. Droit E’conomique adalah kaidah-kaidah Hukum Administrasi Negara (terutama yang berasal dari kekuasaan eksekutif) yang mulai sekitar tahun 1930an diadakan untuk membatasi kebebasan pasar di Perancis, demi keadilan ekonomi bagi rakyat miskin, agar tidak hanya mereka yang berduit saja yang dapat memenuhi kebutuhannya akan pangan, tetapi agar rakyat petani dan buruh juga tidak akan mati kelaparan.

 

Pemikiran berkaitan Hukum dan Ekonomi (Law and Economics) mulai muncul secara global sebagai pandangan para ahli pada awal 1970-an, ketika sejumlah para ahli hukum dan ekonomi mengembangkan suatu metodologi ‘baru’ dan teori Yurisprudential dengan mempergunakan analisis ekonomi terhadap hukum. Pemahaman ‘baru’ tentang Hukum dan Ekonomi pada awal 1970-an dimaksudkan sebagai kerangka teoritis baru untuk secara sistematis menggambarkan dan memformulasikan putusan hakim dan pengambilan keputusan di tatanan hukum. Pendirian utama yang baru dalam Hukum dan Ekonomi  adalah terhadap suatu putusan hakim secara umumnya dapat dilakukan penelitian dan jika perlu diperbaiki sesuai dengan penerapan konsep ekonomi yang fundamental.

 

Pertentangan dan perbedaan terjadi pula antara para pemikir aliran Hukum dan Ekonomi yaitu antara penganut ortodoks dan penganut pembaharuan. Posisi pemikiran penganut ortodoks Hukum dan Ekonomi dikembangkan melalui satu metodologi dasar berdasarkan pada perspektif ekonomi dari Chicago School.

 

Chicago School adalah ‘hardliners' yang merupakan para pelopor (the founding fathers) pada 1970-an dan awal 1980-an yang mendorong dengan kuat suatu hipotesis tentang law-and-efficiency. Hipotesis dimaksud secara normal dihubungkan dengan pandangan dari Judge Richard A. Posner yang menyatakan bahwa common law merupakan suatu wahana utama untuk menciptakan dan mendorong efisiensi, hal mana oleh Posner diberikan ungkapan ‘wealth maximization’. Pendekatan dimaksud mendasarkan kepada premis argumentasi bahwa struktur dari common law pada hakikatnya dimaksudkan untuk memaksimalkan nilai hukum/keputusan hakim agar dapat diperhitungkan dengan mata uang (dollar).

 

Tekno-Legislasi (tecno-legislation) atau Legislasi Teknologi menjadi suatu paradigma dan kerangka baru dalam pembentukan hukum dan norma. Tekno-Legislasi dalam pemahaman Dogmatika Hukum menjadi paralel dengan munculnya paradoks Teori Hukum yang telah memasuki Abad Digital Informasi.  Trio teoretikus sepanjang masa yaitu Socrates, Aristoteles, dan Plato akan terkaget-kaget kalaulah tidak dikatakan gamang jika mereka masih bisa menjadi saksi hidup Abad Digital Informasi. Evolusi bahkan revolusi Teori Hukum tidak hanya memiliki karakter filosofis, historis, humanis, sosiologis, psikologis, bahkan ekonomis namun sudah mengarah kepada teknologis. Ternyata yang dapat mengantisipasi permasalahan yang muncul akibat pemanfaatan teknologi adalah sistem hukum, bukan teknologinya itu sendiri. Gregory N. Mandel memberikan ketegasan hal dimaksud sebelum membahas uraian pemikirannya dalam “History Lessons for a General Theory of Law and Technology” yaitu:

 

The marvels of technological advance are not always risk- free. Such risks and perceived risks often create new issues and disputes to which the legal system must respond.” (Dicetak tebal oleh Penulis)

 

Sunaryati Hartono memberikan suatu pemahaman bahwa Hukum Ekonomi Pembangunan bahwa peranan Pemerintah sebagai unsur pembaharu dan pemberi arah kepada pembangunan ekonomi itu lebih menonjol. Sunaryati menjelaskan pula Hukum Ekonomi Sosial tekanannya adalah pada pembagian pendapatan nasional secara adil dan merata, memelihara, dan meningkatkan martabat kemanusiaan manusia Indonesia dalam rangka pembangunan ekonomi dimaksud. Hukum Ekonomi Digital adalah platform untuk mengantisipasi percepatan pertumbuhan ekonomi di Indonesia dengan pemanfaatan infrastruktur digital, model-model bisnis disrupsi, dan inovasi teknologi informasi yang masif. Hukum Ekonomi Indonesia dapat dikategorikan menjadi sebagai berikut:

Tags:

Berita Terkait