Dianggap Pejuang Kejujuran, Presiden Diminta Kabulkan Amnesti Saiful Mahdi
Terbaru

Dianggap Pejuang Kejujuran, Presiden Diminta Kabulkan Amnesti Saiful Mahdi

Kasus Saiful Mahdi ini dinilai telah mencabut “ruh” kebebasan akademis dan mengancam kebebasan berpendapat/berekspresi yang bisa menimpa siapapun.

Agus Sahbani
Bacaan 5 Menit

AFHI melihat Saiful Mahdi adalah orang yang tidak diam ketika melihat cacat-cacat dan kejangggalan-kejanggalan yang terjadi di dalam kampusnya. Terlebih, universitas negeri dibiayai dari pajak rakyat, tidak boleh lepas dari kontrol dan akuntabilitas publik. Saiful Mahdi mengungkap kebenaran, memperjuangkan kejujuran yakni prinsip akuntabilitas dalam rekrutmen dosen/PNS di lingkungan kampusnya seharusnya mendapat penghargaan.

Alih-alih mendapat penghargaan justru mendapat ganjaran pidana atas upayanya memperjuangkan kejujuran. Itulah mengapa hukuman pidana yang dijatuhkan terhadap Saiful Mahdi, bukan masalah individu, tapi juga masalah pendidik. Pendidik yang mengungkap kebenaran tidak layak meringkuk di penjara, meski sehari sekalipun. Dalam konteks ini, Presiden sebagai Kepala Negara yang diberikan kewenangan instimewa oleh konstitusi (Pasal 14 ayat (2) UUD 1945), kiranya dapat memberikan amnesti yang diminta Saiful Mahdi. 

“Atas dasar itu, para akademisi dan masyarakat pemerhati kebebasan akademis sudah menandatangani petisi berharap Bapak Presiden RI dapat menaruh perhatian atas kasus ini. Salah satu penanda tangan dari petisi itu adalah Asosiasi Filsafat Hukum indonesia (AFHI) yaitu organisasi nirlaba dari para akademisi dan peminat kajian filsafat hukum di Indonesia mendukung Bapak Presiden untuk tidak ragu dan bimbang memberikan amnesti bagi pejuang kejujuran yang makin langka di negeri ini!”

Sebelumnya, Dewan Pengarah Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) Herlambang P. Wiratraman mengatakan pihaknya telah melakukan eksaminasi terhadap putusan pengadilan tingkat pertama, banding, dan kasasi terhadap kasus Saiful. Hasilnya menunjukan adanya peradilan sesat. Terdapat nalar hukum yang buruk memandang perkara yang dialami Saiful. Peristiwa yang dialami dan dituduhkan ke Saiful pun jauh dari asas, standar hukum, dan nilai keadilan.

Selain itu, cara menafsirkan pasal-pasal sangkaan/dakwaan tidak sesuai dengan standar hukum sesuai diatur Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP dan penafsiran Pasal 27 UU ITE. Apalagi pemerintah melalui SKB tentang Pedoman Kriteria Implementasi UU 19/2016 mengatur kritik bukan sebuah tindak pidana sebagaimana yang disampaikan Saiful.

“Lima belas anggota majelis eksaminasi melihat putusan ini bukan hanya keliru, tapi tidak memiliki ‘ruh’ mendorong prinsip-prinsip negara demokrasi dan jauh dari membentengi kebebasan berekspresi dan akademik,” ujar Herlambang P. Wiratman dalam konferensi pers bertajuk “Amnesti untuk Saiful Mahdi” bersama Koalisi Masyarakat Sipil secara daring, Kamis (2/9/2021) kemarin.   

Menurutnya, peristiwa yang dialami Saiful menjadi “pukulan” berat bagi kalangan akademisi se-Indonesia. Sebab, siapapun akademisi di kampus ataupun lembaga riset dapat mengalami hal serupa. Hal itu seiring terpuruk kebebasan sipil yang semakin melemah di Indonesia termasuk kebebasan akademik. Karena itu, pihaknya merasa Presiden Jokowi layak memberi amnesti kepada Saiful.

“Keliru besar memenjarakan kritik, termasuk memenjarakan sikap Saiful Mahdi. Memenjarakan Saiful sesungguhnya melemahkan iklim atau prinsip kebebasan akademik dan otonomi kampus,” katanya.

Tags:

Berita Terkait