Diusulkan Perlu Ada Sistem untuk Mengkaji Kebijakan Diskriminatif
Terbaru

Diusulkan Perlu Ada Sistem untuk Mengkaji Kebijakan Diskriminatif

Harus ada kemauan politik yang kuat untuk menghapus berbagai kebijakan atau regulasi yang diskriminatif. Meskipun hal itu tidak mudah, tapi harus terus diupayakan.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Narasumber dalam diskusi Instagram Hukumonline bertema 'Kebijakan Diskriminatif dan Implikasinya', Rabu (12/10/2022). Foto: ADY
Narasumber dalam diskusi Instagram Hukumonline bertema 'Kebijakan Diskriminatif dan Implikasinya', Rabu (12/10/2022). Foto: ADY

Konstitusi dan berbagai regulasi menjamin persamaan warga negara di hadapan hukum. Lebih khusus Pasal 3 UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM menegaskan setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia yang sama dan sederajat serta dikaruniai akal dan hati nurani untuk hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam semangat persaudaraan. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum.

“Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia (HAM) dan kebebasan dasar manusia tanpa diskriminasi,” begitu bunyi Pasal 3 ayat (3) UU No.39 Tahun 1999.

Kendati berbagai instrumen hukum yang ada secara tegas telah menjamin persamaan hak warga negara, tapi pada praktiknya masih ada regulasi terutama di daerah yang bertentangan dengan semangat anti diskriminasi atau kerap disebut sebagai peraturan daerah (perda) yang diskriminatif. Direktur Riset dan Publikasi PUSHAM UII, Despan Heryansyah, menyoroti berbagai kebijakan diskriminatif antara lain, perda berbasis syariah.

Menurut Despan, perda diskriminatif itu membawa konteks agama ke ruang publik. Padahal ruang publik itu heterogen karena terdiri dari berbagai latar belakang masyarakat termasuk perbedaan agamanya. Adanya perda berbasis agama tertentu itu berpotensi besar menimbulkan diskriminasi terhadap kelompok lainnya (yang berbeda agama, red).

Dampak kebijakan diskriminatif tergolong luas tak sekedar bertentangan dengan konstitusi dan instrumen hukum internasional yang sudah diratifikasi, tapi juga ada potensi kelompok tertentu akan melakukan tindakan sepihak. Misalnya, Gubernur Jawa Barat menerbitkan edaran yang melarang Ahmadiyah melakukan ibadah. Edaran itu akan digunakan kelompok tertentu untuk melakukan kekerasan terhadap Ahmadiyah.

“Kebijakan diskriminatif akan mendorong kelompok tertentu melakukan tindakan sendiri seperti presekusi,” kata Despan dalam diskusi yang diselenggarakan melalui akun Instagram Hukumonline bertema “Kebijakan Diskriminatif dan Implikasinya”, Rabu (12/10/2022).

Ia melanjutkan upaya untuk mencegah munculnya peraturan yang diskriminatif bisa dilakukan antara lain pelibatan partisipasi publik secara bermakna mulai dari proses pembentukannya. Sayangnya, partisipasi publik selama ini dalam membuat kebijakan sifatnya hanya formalitas, seperti yang terjadi dalam proses revisi UU KPK.

Tags:

Berita Terkait