Diusulkan UU Contempt of Court untuk Lindungi Hakim
Berita

Diusulkan UU Contempt of Court untuk Lindungi Hakim

Harapan agar Undang-Undang yang mengatur contempt of court segera disusun muncul dari kalangan hakim. Alasannya, hakim harus dilindungi dari caci-maki.

Nay
Bacaan 2 Menit
Diusulkan UU <i>Contempt of Court</i> untuk Lindungi Hakim
Hukumonline

 

Sementara itu, Pjs Direktur Eksekutif LeIP, Arsil, menyatakan bahwa perlindungan terhadap hakim sangat wajar baik dalam bentuk peningkatan kesejahteraan, keamanan, maupun dalam bentuk peraturan perundang-undangan seperti contempt of court. Namun, perlindungan tersebut diberikan bukan semata untuk individu hakim, tetapi yang lebih penting lagi yaitu terhadap kewibawaan peradilan itu sendiri.

 

"Oleh karena hakim merupakan ujung tombak dari peradilan maka perlunya perlindungan terhadap individu hakim menjadi sesuatu yang tidak bisa dipungkiri," ujar Arsil pada hukumonline.

 

Ia menambahkan, bila dilihat dari materinya, sebenarnya sudah cukup banyak muatan contempt of court  yang telah ada di berbagai peraturan perundang-undangan kita. Hanya saja aturan-aturan tersebut tidak diberi nama sebagai aturan contempt of court  seperti di negara-negara common law.

 

Dalam KUHP dan KUHAP misalnya telah diatur mengenai larangan membuat gaduh di persidangan, suap terhadap hakim, mengancam hakim dalam bertugas, tidak mematuhi perintah pengadilan, hingga larangan pegawai pengadilan mengeluarkan salinan putusan yang belum final.

 

"Dalam banyak hal masalahnya bukan terdapat pada ada aturan atau tidak, akan tetapi pada penegakkan aturan itu sendiri. Akan tetapi di sisi lain memang aturan-aturan tersebut masih perlu dikaji kembali, seperti misalnya pengaturan mengenai aturan sidang, sumpah palsu, mangkirnya saksi atau terdakwa, serta tindakan-tindakan lainnya yang terjadi dalam sidang terutama kaitannya dengan hukum acaranya," jelas Arsil.

 

Oleh sebab itu, bila materi UU contempt of court  yang diusulkan hanya duplikasi semata dari peraturan perundang-undangan yang telah ada, Arsil berpendapat aturan tersebut tidak akan banyak memberi arti. Selain itu, ucapnya, aturan tersebut juga harus tetap membuka ruang kepada publik untuk dapat melakukan kontrol terhadap hakim maupun pengadilan.

 

Lima perbuatan

Sejak 2002, Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) MA telah melakukan penelitian tentang contempt of court  dan ditindaklanjuti dengan penyusunan naskah akademis RUU tersebut.

 

Soal contempt of court  pertama kali dibahas oleh kalangan hakim dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) MA di Yogyakarta 23-27 September 2001. Saat itu, muncul gagasan untuk segera mengadakan penelitian mendalam mengenai substansi contempt of court. Kemudian, disepakati pula perlunya langkah-langkah penyusunan RUU contempt of court  beserta sosialisasinya ke masyarakat.

 

Saat itu pula, Rakernas MA berkesimpulan bahwa segala perbuatan, tindakan atau tingkah laku, sikap atau ucapan yang dapat merendahkan dan merongrong kewibawaan, martabat dan kehormatan institusi peradilan sudah termasuk kategori contempt of court . Pelakunya bisa saja dari anggota masyarakat, jaksa, polisi, pengacara, atau hakim sendiri.

 

Berdasarkan naskah akademis yang dikeluarkan MA, ada lima perbuatan yang bisa dikategorikan sebagai penghinaan atau pelecehan terhadap pengadilan. Pertama, berperilaku tercela dan tidak pantas (misbehaving in court). Kedua, tidak mentaati perintah-perintah pengadilan (disobeying court orders). Ketiga, menyerang integritas dan imparsilitas pengadilan (scandalising the court). Keempat, menghalang-halangi jalannya penyelanggaraan pengadilan (obstructing justice). Kelima, perbuatan-perbuatan penghinaan terhadap pengadilan yang dilakukan dengan publikasi atau pemberitahuan (subjudice rule).

Harapan ini dikemukakan oleh Asisten bidang Pengawasan dan Pembinaan MA, Ansyahrul dalam sebuah diskusi "Membentuk Sistem Pengawasan Pengadilan yang Progresif dan Akuntabel" yang diselenggarakan oleh MA dan Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Indepedensi Peradilan (LeIP), Kamis (17/3) kemarin. Kata dia, selama ini hakim tidak diberikan proteksi, karena itu sudah mendesak untuk segera dibuat Undang-Undang Contempt of Court .

 

Menurut Ansyahrul, tidak bisa hakim hanya ditekan dengan berbagai macam pengawasan, seperti code of conduct, hukum pidana, undang-undang korupsi, tanpa diberikan juga proteksi. Apalagi, ungkap dia, banyak surat yang berisikan caci-maki yang masuk terhadap hakim tapi tidak bisa dibuktikan kebenarannya.

 

"Bisa rontok pelan-pelan pengadilan karena semua orang bisa mencaci-maki. Ini untuk melindungi kewibawaan pengadilan dan hakim," lanjutnya. 

 

Tidak adanya proteksi bagi hakim seperti selama ini, dalam kacamata Ansyahrul dapat membuat hakim menjadi gamang dalam bersikap. "Hakim akan takut untuk menghukum bebas terdakwa, padahal sebenarnya memang bebas, karena sekarang kalau memutus bebas pasti dicurigai," cetusnya.

 

Bila ada Undang-Undang contempt of court  nanti, papar Ansyahrul, orang-orang yang mencaci maki hakim seenaknya atau menuduh tanpa bukti bisa dikenai sanksi. 

Halaman Selanjutnya:
Tags: