DPD dan Yusril Kecewa Atas Putusan Uji Ambang Batas Pencalonan Presiden
Utama

DPD dan Yusril Kecewa Atas Putusan Uji Ambang Batas Pencalonan Presiden

MK semestinya tidak terlalu mempertahankan sikap dan pendapat lamanya yang telah dikritik banyak kalangan dan akademisi.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 5 Menit
Suasana di depan gedung MK saat sengketa pemilu. Foto: RES
Suasana di depan gedung MK saat sengketa pemilu. Foto: RES

Belum lama ini, uji materi Pasal 222 UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang diajukan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) (Pemohon I) dan Partai Bulan Bintang (PBB) yang diwakili Prof Yusril Ihza Mahendra (Pemohon II) melalui Putusan MK No.52/PUU-XX/2022 yang dibacakan Kamis (7/7/2022) lalu, Kembali dinyatakan tidak diterima dan ditolak. Pasal yang mengatur ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold seolah bak pasal ‘keramat’ yang amat sulit ditembus.

Yusril yang memiliki keahlian di bidang hukum tata negara itu pun mengaku tak habis pikir dengan hakim MK yang kekeuh dengan putusannya tanpa melihat dinamika masyarakat. Baginya putusan MK terkait uji materi ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden menjadi sebuah tragedi demokrasi. “Putusan MK tentang presidential threshold adalah sebuah tragedi demokrasi,” ujar Yusril sebagaimana dikutip dari akun media sosial miliknya, Senin (11/7/2022).

Pasal 222 UU No.7 Tahun 2017 menyebutkan, “Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya”.

Baginya, demokrasi semakin terancam dengan munculnya sekelompok elit pemegang kekuasaan atau oligarki imbas dari Pasal 222 UU 7/2017 yang dinilai konstitusional. Ironisnya, calon presiden dan wakil presiden yang muncul hanya calon yang sama dari pemilu sebelumnya. Itupun orang yang berasal dari kelompok kekuatan politik besar di DPR secara sendiri ataupun gabungan yang memiliki 20 persen kursi di DPR.

Baca Juga:

Dia menyoroti calon presiden yang diusung dalam pemilu mendatang merupakan calon yang didukung partai politik berdasarkan threshold hasil pemilihan anggota legislatif lima tahun sebelumnya sebagai sebuah keanehan. Padahal, setiap pemilu lima tahun para pemilih kerap mengalami perubahan. Begitu pula formasi koalisi dan kekuatan politik pun berubah. Tapi dengan berbagai keanehan tersebut malah tetap dipertahankan MK melalui putusan-putusannya terkait pengujian uji materil Pasal 222 UU 7/2017.

“MK bukan lagi the guardian of constitution, melainkan menjadi the guardian of oligarchy,” kritiknya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait