DPR Belum Punya Metode Pemilihan Capim KPK
Utama

DPR Belum Punya Metode Pemilihan Capim KPK

Diserahkan ke mekanisme politik

Ali Salmande
Bacaan 2 Menit
Anggota Pansel Capim KPK Imam B Prasojo (tengah). Foto: SGP
Anggota Pansel Capim KPK Imam B Prasojo (tengah). Foto: SGP

Uji kelayakan dan kepatutan delapan calon pimpinan (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan digelar oleh Komisi III DPR mulai pekan depan. Delapan capim KPK juga sudah menyelesaikan pembuatan makalah yang diminta oleh Komisi III. Namun, Komisi III mengaku belum memiliki metode dalam memilih capim KPK.

 

Anggota Komisi III dari Partai Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin mengatakan pemilihan di DPR kerap menggunakan pendekatan politik. Yakni, memilih berdasarkan lobi politik, tanpa penilaian parameter yang jelas. “DPR itu kan lembaga politik, jadi ya tentu saja ada banyak kepentingan. Ada kepentingan fraksi, ada kepentingan individu anggota dewan sendiri,” ujarnya dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (9/11).

 

“Dalam lembaga politik itu omong kosong bila tak ada kepentingan politik di sana. Saya bisa saja coba bilang, mari lepaskan baju biru, baju merah kita. Tapi ini susah sekali. Kepentingan politik sudah pasti ada. Kalau ditanya mengenai metodologi cara memilih, kita belum ada,” tegasnya.

 

Direktur Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) Jamil Mubarok mengatakan seharusnya DPR menjelaskan terlebih dahulu metodologi yang digunakannya dalam memilih capim KPK. “Ini sebagai bentuk pertanggungjawaban ke publik,” ujarnya. Dengan penjelasan metodologi yang digunakan, lanjutnya, maka publik bisa mengetahui apa parameter atau indikator yang digunakan oleh DPR dalam memilih capim KPK.

 

Jamil berharap dalam memilih capim KPK, anggota DPR memberikan skor secara terbuka kepada publik. Sehingga, proses pemilihan dapat dilakukan secara akuntabel. “Jadi, publik bisa tahu apa dasar anggota dewan memilih capim KPK,” tuturnya.

 

Anggota Panitia Seleksi (Pansel) Capim KPK Imam B Prasojo membandingkan dengan kinerja Pansel yang sebelumnya sudah menghasilkan delapan nama. Meski terjadi kompromi antar anggota Pansel, Imam mengungkapkan tetap saja ada indikator atau parameter yang digunakan. Misalnya, faktor kepemimpinan, integritas, kompetensi (dan komitmen), serta independensi.

 

“Dengan metodologi yang kami miliki, Pansel dapat memberikan skor sehingga bisa menentukan siapa yang terbaik. Kalau DPR tak mempunyai metodologi, lalu bagaimana mau menilai makalah yang telah ditulis oleh para calon,” tuturnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: