DPR Pastikan RUU Pertanahan Mulai Dibahas Tahun Depan
Berita

DPR Pastikan RUU Pertanahan Mulai Dibahas Tahun Depan

Pembahasan diharapkan cukup dilakukan dalam satu atau dua kali masa sidang.

Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit
Ketua Komisi II DPR RI Zainudin Amali secara simbolik menerima DIM RUU Pertanahan dari Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan A. Djalil. Foto: NNP
Ketua Komisi II DPR RI Zainudin Amali secara simbolik menerima DIM RUU Pertanahan dari Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan A. Djalil. Foto: NNP

Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan menjadi salah satu RUU yang bakal dibahas Komisi II DPR RI tahun 2018 mendatang. RUU yang diusulkan pemerintah tersebut bakal fokus membahas sejumlah hal baru dan perubahan dari ketentuan sebelumnya.

 

Dalam rapat dengar pendapat yang digelar Rabu (22/11) hari ini, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Lukman Edy mengatakan bahwa parlemen sepakat menjadikan RUU Pertanahan dibahas paling prioritas tahun mendatang. Paling lambat Januari 2018, RUU Pertanahan tersebut mulai dibahas dan diharapkan cukup dibahas dalam satu atau dua kali masa sidang.

 

"Kalau lancar bisa selesai satu dua kali sidang," kata Lukman di DPR, Rabu (22/11).

 

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi II DPR RI Zainudin Amali secara simbolik menerima Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Pertanahan dari Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan A. Djalil. Penyerahan RUU Pertanahan juga disaksikan Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono.

 

Dalam DIM RUU Pertanahan, Kementerian ATR/BPN memberikan sejumlah usulan baru berupa pendalaman dan perubahan. Menurut Sofyan, usul agar RUU Pertanahan menjadi “UU positif” yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan mewujudkan keadilan dan kepastian hukum bagi masyarakat.

 

"RUU Pertanahan juga sebagai Omnibus Law, harus dapat menjembatani harmonisasi beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur soal tanah," kata Sofyan.

 

Beberapa usulan baru yang diberikan, antara lain penambahan hak penggunaan ruang di atas atau di bawah tanah di mana menjadi keperluan seperti kepentingan infrastruktur publik. Pembentukan Bank Tanah juga diusulkan untuk menjamin kedaulatan negara atas tanah, mengontrol harga tanah dan menjamin tersedianya tanah untuk pembangunan. 

 

Sofyan mengatakan usulan lain yakni hak pengelolaan sebagai hak atas tanah diberikan kepada instansi pemerintah dan masyarakat hukum adat. Hal ini untuk menjamin kepastian hukum Hak atas Tanah tanpa menganggu kelangsungan usaha. "Harus berdasarkan prinsip saling menguntungkan," kata dia. 

 

Meski demikian Sofyan memastikan usulan pada DIM RUU Pertanahan tidak mengubah filosofi, asas dan prinsip Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). "Tetap berlaku dan menjadi rujukan RUU Pertanahan. UUPA tetap sebagai Undang-Undang Pokok," kata Sofyan.

 

(Baca Juga: Begini RUU Pertanahan Usulan Kementerian ATR/BPN)

 

Sebelumnya, Kepala Departemen Advokasi dan Kebijakan Seknas Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Yahya Zakaria, mengingatkan agar RUU Pertanahan tidak seperti UU yang pernah diterbitkan sebelumnya yakni mereduksi ketentuan yang telah diamanatkan UU Pokok-Pokok Agraria. RUU Pertanahan harus selaras dengan UU yang disahkan Presiden Sukarno pada 24 September 1960 itu.

 

Yahya mencatat ada beberapa hal yang perlu diatur RUU Pertanahan seperti pendaftaran tanah yang sifatnya tidak administratif tapi mengidentifikasi ketimpangan struktur kepemilikan tanah. Pendaftaran itu dilakukan oleh satu lembaga yakni Kementerian ATR/BPN, baik tanah kategori hutan dan non hutan, serta memenuhi prinsip aktif, transparan, partisipatif dan kesetaraan.

 

“Pendaftaran tanah ini sebagai pendukung pelaksanaan reforma agraria dan rencana tata guna tanah nasional,” usulnya.

 

Berikutnya, Yahya menyoal prioritas hak atas tanah. Menurutnya hak guna usaha (HGU) merupakan salah satu sumber konflik agraria dan perampasan tanah. Sesuai amanat UUPA, HGU harus dikikis sampai habis dan dialihkan menjadi milik koperasi dan badan usaha petani. Dalam pemanfaatan tanah yang diutamakan kepentingan masyarakat.

 

“RUU Pertanahan harus mengatur ketat dan tegas batas minimum dan maksimum kepemilikan tanah agar tidak terjadi monopoli dan perampasan tanah,” pungkasnya.

 

Tags:

Berita Terkait