Dua Belas Rambu Conservatoir Beslag
Berita

Dua Belas Rambu Conservatoir Beslag

Hakim tidak melakukan sita jaminan atas saham.

MYS
Bacaan 2 Menit
Dua Belas Rambu <i>Conservatoir Beslag</i>
Hukumonline

Gagasan hakim-hakim agung di kamar pidana Mahkamah Agung tentang penerapan sita jaminan atau conservatoir beslag dalam perkara tindak pidana korupsi telah menuai pendapat berbeda dari berbagai kalangan, termasuk praktisi hukum dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Namun ada keseragaman pandangan bahwa gagasan ini perlu dibahas lebih lanjut, termasuk dalam proses penyusunan RUU KUHAP.

Problemnya menyangkut rambu-rambu yang harus ditaati dalam menerapkan conservatoir beslag. Pelanggaran terhadap rambu-rambu bisa berakibat fatal. Karena itu penting untuk diketahui para praktisi. Rambu-rambunya sudah pernah dibuat Mahkamah Agung (MA) dalam buku pedoman administrasi pengadilan. Buku pedoman yang terbit 2009 mencantumkan dua belas rambu conservatoir beslag yang harus ditaati.

Pertama, dalam sita jaminan harus ada sangkaan yang beralasan bahwa tergugat sedang berupaya mengalihkan barang-barangnya untuk menghindari gugatan penggugat. Jika ditarik ke perkara korupsi, berarti harus ada indikasi yang jelas dan beralasan bahwa tersangka/terdakwa akan mengalihkan hartanya guna menghindari kemungkinan kewajiban timbul kemudian.

Kedua, objek yang boleh disita aparat penegak hukum bisa berupa benda bergerak dan benda tidak bergerak milik penggugat. Ada kemungkinan bahwa benda milik tergugat ada di tangan orang lain.

Ketiga, apabila yang disita adalah tanah, maka harus dilihat dengan saksama, bahwa tanah tersebut adalah milik tersangka/terdakwa. Luas dan batas-batasnya pun harus disebut secara jelas. Petugas perlu menyertakan kepala desa atau pejabat setempat untuk melihat tanah dan batas-batasnya.

Keempat, penyitaan atas tanah harus dicatat dalam buku tanah yang ada di desa tersebut. Sita atas tanah yang bersertifikat harus didaftarkan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat; sedangkan tanah yang belum bersertifikat diberitakan kepada kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.

Kelima, penyitaan harus dicatat di buku khusus yang disediakan di Pengadilan Negeri yang memuat catatan mengenai tanah-tanah yang disita, waktu penyitaan dan perkembangannya. Buku ini dapat diakses masyarakat alias terbuka untuk umum.

Tags:

Berita Terkait