Dua Konsep Penting UUAP untuk Pemerintahan yang Baik
Utama

Dua Konsep Penting UUAP untuk Pemerintahan yang Baik

E-Govt belum menjadi arus utama lembaga-lembaga pemerintahan, termasuk lembaga hukum.

Muhammad Yasin
Bacaan 4 Menit

Meskipun demikian, Oce Madril melihat perbaikan dalam banyak hal sebagaimana dapat dilihat dari Indeks Efektivitas Pemerintahan (Government Effectiveness Index). Nilai tertinggi indeksnya adalah 2,5 dan nilai terendah adalah minus 2,5. Pada tahun 2019, Indonesia masih jauh dari nilai sempurna karena nilai yang diperoleh hanya 0,18. Tetapi jika dilihat dari indeks sejak 1996, ada kenaikan secara berkesinambungan, dari nilai negatif menjadi positif. “Ada progresivitas menuju angka yang lebih baik,” tegasnya.

Selain Government Effectiveness Index, banyak hasil riset lain yang dapat dirujuk yang memperlihatkan posisi Indonesia. Misalnya penilaian rule of law index yang dibuat Bank Dunia dalam World Justice Project. Indeks persepsi korupsi Indonesia masih harus terus diperbaiki terutama di sektor publik. Perbaikan itu antara lain harus ditopang oleh penerapan larangan penyalahgunaan wewenang dan larangan konflik kepentingan.

Dalam Penjelasan Umum UUAP diuraikan tujuan mulia yang ingin dicapai. “Undang-Undang ini  menjadi dasar hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan di dalam upaya meningkatkan kepemerintahan yang baik (good governance) dan sebagai upaya untuk mencegah praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Dengan demikian, Undang-Undang ini harus mampu menciptakan birokrasi yang semakin baik, transparan, dan efisien”.

Dalam usia enam tahun, Yuslim mengibaratkan UUAP baru masuk sekolah dasar. Untuk mencapai pendidikan tinggi apalagi meraih gelar sarjana masih membutuhkan waktu lama. Tetapi, semangat UUAP harus terus bertumbuh dan dijaga.

Tiga Kali Diuji

Meskipun baru berusia enam tahun, UUAP sudah beberapa kali diuji ke Mahkamah Konstitusi. Setidaknya sudah ada tiga permohonan pengujian. Permohonan pertama, tahun 2016, diajukan konsultan hukum dan mahasiswa. Para pemohonan mempersoalkan ketentuan fiktif postitif dalam UUAP (Pasal 53). Permohonan pemohon dinyatakan tidak dapat diterima, sedangkan permohonan oleh pemohon yang tidak hadir di persidangan dinyatakan gugur.

Permohonan kedua, tahun 2017, diajukan oleh seorang direktur utama perseroan terbatas di Jakarta. Pemohons merasa dirugikan oleh Pasal 18 ayat (3), pasal 19, dan Pasal 53 ayat (5) UUAP yang mengatur batas waktu penerbitan keputusan/tindakan. Mahkamah Konstitusi menyatakan menolak permohonan ini.

Permohonan ketiga diajukan oleh Perkumpulan Maha Bidik Indonesia, mempersoalkan Pasal 75 ayat (1) UUAP mengenai upaya administratif oleh masyarakat yang dirugikan akibat terbitnya keputusan atau tindakan. Pada Mei 2020, Mahkamah Konstitusi menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima.

Dengan tiga kali sidang permohonan dan putusan itu berarti belum ada satu kata, ayat, frasa atau kalimat dalam UUAP yang berubah atau dibatalkan Mahkamah Konstitusi.

Dapatkan artikel bernas yang disajikan secara mendalam dan komprehensif mengenai putusan pengadilan penting, problematika isu dan tren hukum ekslusif yang berdampak pada perkembangan hukum dan bisnis, tanpa gangguan iklan hanya di Premium Stories. Klik di sini!

Tags:

Berita Terkait