Era Keterbukaan Penjatuhan Sanksi bagi Hakim Nakal
Edisi Akhir Tahun 2009:

Era Keterbukaan Penjatuhan Sanksi bagi Hakim Nakal

Tiga hakim nakal telah diberi sanksi melalui sidang majelis kehormatan hakim secara terbuka, pada 2009. Awal keterbukaan pengawasan hakim.

Ali
Bacaan 2 Menit

 

Kritikan yang dilakukan oleh LeIP ini merupakan sebuah konsekuensi yang harus diterima oleh MA dan KY dalam melaksanakan keterbukaan ini. Dengan adanya era keterbukaan ini, setiap kelompok masyarakat dapat memantau dan penilai proses penjatuhan sanksi yang diberikan.

 

Debat Putusan Hakim

Meski MA dan KY telah terlihat kompak dalam menjatuhi sanksi tiga hakim nakal itu, tetapi masih ada yang belum disepakati oleh kedua lembaga itu. Yakni, terkait boleh atau tidaknya pengawasan memeriksa hakim melalui putusan yang dibuatnya. Perdebatan ini memang sudah berlangsung sejak KY berdiri dan masih berlangsung hingga sekarang.

 

Hakim Agung Artidjo Alkostar pernah mengatakan MA hanya akan menindaklanjuti pembentukan MKH untuk hakim-hakim yang pemeriksaannya hanya berdasarkan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim. Sedangkan putusan bukan objek yang bisa diperiksa oleh lembaga pengawasan baik internal maupun eksternal.  

 

Sejak awal, MA memang menolak putusan hakim sebagai komponen yang diperiksa oleh KY. Alasannya, karena putusan adalah mahkota bagi seorang hakim. Masuknya KY memeriksa putusan dapat mempengaruhi independensi hakim. Bila putusan itu dianggap salah maka yang harus ditempuh adalah menggunakan upaya hukum yang ada untuk membatalkan putusan itu.

 

Ketua Komisi Yudisial Busyro Muqoddas secara tegas mengatakan tak ada larangan bagi KY untuk memeriksa putusan hakim. “Tidak ada larangannya dalam UUD’45,” tuturnya. Selama ini, lanjutnya, KY memang kerap mengawali memeriksa pelanggaran kode etik hakim dengan memeriksa putusan si hakim tersebut. Namun, melihat perbedaan sikap tersebut, menarik ditunggu apa sikap MA bila KY merekomendasikan pemecatan seorang hakim yang diperiksa berdasarkan putusannya?

Tags: