Eurico Gutteres Diserahkan ke Kejati DKI Jakarta
Berita

Eurico Gutteres Diserahkan ke Kejati DKI Jakarta

Jakarta, hukumonline. Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT telah menyerahkan Eurico Gutteres dan enam tersangka kasus pembunuhan terhadap tiga staf UNHCR kepada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Selanjutnya, para tersangka tersebut akan disidangkan di PN Jakarta Utara sesuai dengan fatwa Mahkamah Agung.

Tri/AWi/APr
Bacaan 2 Menit
Eurico Gutteres Diserahkan ke Kejati DKI Jakarta
Hukumonline

Kejaksaan tinggi DKI telah menerima berkas terhadap tersangka Eurico Gutteres yang disangkakan melanggar pasal 160 KUHP tentang kejahatan terhadap ketertiban umum dan UU Darurat tahun 1951. Untuk pelanggaran tersebut, Eurico Gutteres bisa diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun menurut pasal 160 KUHP.

Selain Eurico Gutteres, terdapat pula enam tersangka lainnya berkaitan dengan kasus pembunuhan tiga staf UNHCR lalu. Keenam tersangka tersebut adalah Xisto Pareira, Serapim Jemenez, Joao Marquin, Julius Naesema, Jose Francisco, dan Joao Alfes Da Cruz.

Enam tersangka tersebut saat ini berada di Rutan Salemba. Sebelumnya para tersangka tersebut dikirim ke Jakarta pada Selasa, 28 November 2000 lalu dengan menggunakan pesawat Merpati dan mendarat di Soekarno Hatta dari Atambua.

PN Jakarta Utara

Menurut Jaksa Agung Marzuki Darusman, dilakukannya persidangan kasus tersebut di Jakarta karena didasarkan pertimbangan perkembangan kondisi yang tidak memungkinkan untuk dilaksanakan peradilan di sana.

"Suasanannya banyak diwarnai keperluan-keperluan penyelesaian pengungsi dan kondisi setempat, maka persidangannya dipindahkan di Jakarta dan itu sudah disetujui oleh Menkeh," jelas Marzuki Darusman yang ditemui di sela-sela pelantikan Bachtiar Fachri Nasution sebagai Jampidsus (Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus) baru menggantikan Ramelan di Kejaksaan Agung

Muljoharjo, Kapuspenkum Kejagung, dalam jumpa persnya mengatakan bahwa ditunjuknya PN Jakarta Utara untuk mengadili kasus tersebut didasarkan alasan keamanan serta banyaknya saksi-saksi yang sekarang berada di Jakarta. "Sehingga, persidangan dapat berjalan efektif," ungkap Muljo.

Lebih lanjut Muljo mengatakan bahwa 6 tersangka tersebut dibagi dalam dua berkas. Berkas pertama terhadap tersangka Xisto Pareira, Serapim Jemenez, dan Joao Marquin yang disangkakan melanggar pasal 170 KUHP.

Berkas kedua, terhadap tersangka Julius Naesema, Jose Francisco, dan Joao Alfes Da Cruz yang disangkakan melanggar primair pasal 338 KUHP subsidair pasal 351 ayat 3 KUHP ,serta sangkaan komulatif pasal 170 KUHP dan jo UU Darurat tahun 1951.

Sementara itu, baik Eurinco Gutteres dan enam terdakwa lainnya, rencananya akan disidangkan di PN Jakarta Utara. Penetapan PN Jakarta Utara untuk menyidangkan 6 tersangka kasus pembunuhan staf UNHCR dan Eurinco Gutteres tersebut berdasarkan Fatwa Mahkamah Agung dengan dikeluarkannya surat dari Menteri Kehakiman dan HAM nol 09.BW.07.03/2000 tertanggal 6 November 2000.

Tim investigasi UNTAET

Sementara itu pada Senin, 27 Desember 2000, lalu Tim Investigasi Pelanggaran HAM Tim-Tim UNTAET yang dipimpin oleh Olvynd Olsen telah menyerahkan 9 nama-nama kepada Kejaksaan Agung untuk dipanggil sebagai saksi kasus pelanggarana HAM di Oikusi, NTT.

Berkaitan dengan hal itu Marzuki mengatakan bahwa mereka datang untuk melakukan investigasi. Hal itu dimungkinkan karena memang ada MOU antara pemerintah RI dengan UNTAET yang ditandatangani Februari 2000 lalu.

"Penandatanganan tersebut dilakukan saat kunjungan Presiden ke Tim-Tim di mana dirumuskan bentuk kerjasama di bidang hukum yang memungkinkan kedua belah pihak untuk saling bekerja sama dalam penyidikan kasus pelanggaran HAM di Tim-tim", tegas Marzuki.

Ketika ditanya kenapa hanya orang-orang pro-integrasi dan TNI saja sedangkan orang-orang pro kemerdekaan tidak diperiksa pada saat pelanggaran Ham di Tim-tim, Marzuki menjelaskan bahwa penyidikan pelanggaran di Tim-tim berpangkal pada hasil laporan KomNas HAM selama tiga bulan.

Menurut Marzuki, selama tiga bulan tersebut dimungkinkan setiap orang mengajukan kepada Komnas HAM. Namun, hasilnya sejumlah nama-nama tersebutlah yang diajukan komNas HAM kepada Kejaksaan untuk dilakukan penyidikan. "Andaikata ada kasus-kasus lainnya yang menyangkut pelaku-pelaku lain, dimungkinkan dilakukan pemeriksaan lanjutan," terang Marzuki.

Marzuki juga menjelaskan bahwa tidak membeda-bedakan penanganan kasus HAM. Alasannya, memang penanganan pelanggaran HAM tidak boleh membeda-bedakan latar belakang seseorang. Tidak membeda-bedakan, tetapi tidak semua dalang dan aktor diadili.

 

Tags: