Fadli Zon Usul KPK Bisa Keluarkan SP3
Berita

Fadli Zon Usul KPK Bisa Keluarkan SP3

Buntut dari tiga kali kalah dalam praperadilan.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Foto: @fadlizon
Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Foto: @fadlizon
Pemerintah telah mengusulkan agar revisi terhadap UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masukan Prolegnas Prioritas 2015. Revisi dilakukan bukan semata untuk melakukan pelemahan, justru sebaliknya memberikan penguatan terhadap pemberantasan korupsi dan kelembagaan KPK. Hal itu disampaikan Ketua DPR, Setya Novanto di Gedung DPR, Rabu (17/6).

“Prinsipnya kita tidak akan melemahkan KPK, kita sangat mendukung supremasi hukum khususnya KPK,” ujarnya.

Menurutnya, pemerintah melalui Menkumham Yasonna H Laoly telah memberikan naskah akademik sekaligus surat presiden (Surpres). Oleh sebab itu, dalam rapat paripurna Surpres akan dibacakan. Selanjutnya, akan diberikan ke Badan Legislasi untuk kemudian ditindaklanjuti oleh Komisi III yang membidangi hukum.

“Untuk dibahas secepatnya, jadi bukan pelemahan tapi penyempurnaan,” katanya.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon menambahkan, revisi UU KPK bertujuan mengembalikan fungsi KPK agar dalam melaksanakan tugas pokoknya tidak terjadi masalah. Ia menilai UU KPK sebelumnya dibuat di saat kondisi Kejaksaan dan kepolisian tidak berfungsi optimal. Makanya, KPK diberikan beberapa kewenangan, termasuk penyadapan.

Sayangnya, kata Fadli, penyadapan yang diatur dalam standar operasional prosedur (SOP) internal KPK banyak yang disalahgunakan. Maka dari itu, Fadli menilai sudah saatnya dilakukan revisi terhadap UU KPK. “Dan ini terbukti kan, dalam banyak hal KPK juga terbukti melakukan tindakan yang berbenturan dengan institusi lain, bisa juga dinilai melanggar ham. Misalnya bisa menyadap orang seenaknya tanpa melalui protap dan prosedur, ini harus dibenahi. Jadi jangan sampai dalam pelaksanaan tugasnya nanti pimpinan KPK bisa abuse of power,” ujarnya.

Sebagaimana diketahui, dua pimpinan KPK jilid II Bibit Samad Rianto serta Chandra M Hamzah dan pimpinan KPK jilid III Abraham Samad serta Bambang Widjojanto mengalami persoalan pelik lantaran lembaga antirasuah itu dinilai teramat full power. Semantara tidak diimbangi dengan pengawasan ekternal.

Atas dasar itulah pembenahan dimulai melalui revisi UU KPK. Pemerintah dinilai Fadli sudah menyadari terdapat banyak persoalan dan penyimpangan dengan UU KPK. “Jadi kita bukan mau melemahkan KPK, tapi KPK harus berjalan dalam institusi yang benar sehingga jangan sampai nanti orang-orangnya yang jadi korban di sistem yang ada,” ujar politisi Gerindra itu.

Dalam revisi UU KPK nantinya, lanjut Fadli, perlu adanya kewenangan KPK dapat menghentikan penyidikan perkara, seperti halnya Polri dan kejaksaan dengan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Hal itu sebabkan penetapan tersangka yang dilakukan KPK dapat digagalkan melalui permohonan praperadilan di pengadilan.

“Iya dong (SP3, red) termasuk. Terbukti kan kalau yang ditetapkan KPK harus benar semua, kan tidak ,” ujar Fadli.

Menurutnya, dengan mekanisme praperadilan yang objeknya telah diperluas Mahkamah Konstitusi mengharuskan KPK mesti lebih berhati-hati dalam penetapan tersangka seseorang. “Ini juga koreksi sudah tiga kali kalah dalam praperadilan,” kata Fadli.

Anggota Komisi III Arsul Sani mengatakan, revisi UU KPK sudah menjadi keharusan. Pasalnya, sudah masuk dalam Prolegnas 2014-2019. Dengan kata lain, melakukan revisi terhadap UU KPK sudah menjadi keputusan yang disepakati oleh DPR dan pemerintah. Nah, keputusan tersebut diambil secara hukum dan politik dapat diterima.

Kendati demikian, Arsul menyarankan agar pelaksanaan pembahasan revisi UU KPK seyogianya dilakukan setelah pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana  (RKUHAP) selesai dibahas oleh DPR dan pemerintah. “Paling tidak bersamaan,” ujarnya.

Politisi Partai Persatuan Pembangunan itu berpandangan, RKUHAP bersifat lex generalis mesti dilakukan pembahasan terlebih dahulu. Setelah itu RUU KPK yang bersifat lex spesialis dilakukan pembahasanya setelahnya. Terkait dengan aturan kewenangan penyadapan dan penuntutan dimungkinkan melemahkan KPK, Arsul enggan berkomentar jauh.

“Saya kira lihat dulu draf RUU KPK yang akan diajukan pemerintah. Saya tidak ingin terburu-buru menilai akan terjadi pelemahan KPK melalui revisi ini,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait