Frans Hendra Winarta: Salah, Jika Advokat Tak Bisa Dituntut Sama Sekali!
Wawancara

Frans Hendra Winarta: Salah, Jika Advokat Tak Bisa Dituntut Sama Sekali!

Frans Hendra Winarta selaku salah seorang perumus UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat menuturkan seluk beluk hak imunitas dalam UU Advokat. Yuk simak penuturannya.

Oleh:
Novrieza Rahmi
Bacaan 2 Menit

 

Etika tuh (indikatornya apakah perbuatan itu) boleh apa tidak dilakukan oleh seorang advokat. Misalnya, membela dengan maki-maki. Boleh nggak? Tapi, kalau itu diperlukan, untuk maki, untuk menuduh, (contoh dalam kasus Yap) si kliennya dimintai uang, itu pembelaannya boleh seperti itu. Dia dilindungi oleh itu (hak imunitas), tapi dia tidak merekayasa perkara.

 

Apakah hak imunitas juga tidak berlaku bila ada seorang advokat yang diduga memanipulasi bersama dokter?

Bukan manipulasi saja, menghindar dari hukum, melarikan diri. Kalau kita lihat (istilah) habeas corpus, artinya kan tersangka atau terdakwa ini mendatangkan diri kepada penegak hukum atau kepada badan peradilan/pengadilan, dia dilindungi hak asasinya, dibela sesuai dengan hak-haknya, menunjuk lawyer, dan lain-lain. Tetapi, dia tidak boleh menghindar begitu saja dari penyidikan atau penegakan hukum.

 

Sikap seorang advokat apabila ada klien yang meminta untuk dihindarkan dari proses hukum?

Kalau menghindar dalam arti pembelaan atau pledoi untuk menghindari tuntutan atau dakwaan, tidak jadi soal. Artinya profesional, artinya menurut hukum. Pembelaan yang dilakukan sesuai dengan KUHAP bahwa dia harus menyidangkan bukti, membaca UU. Ada counsel yang melindungi dia atau membela dia sesuai dengan hukum, tidak jadi soal. Yang tidak boleh kalau dia menghindar dari hukum, melawan hukum, atau beriktikad buruk untuk menghindar.

 

Jadi, tidak benar kalau bilang, periksa dulu etikanya baru boleh (proses) hukum. Siapa bilang? Di mana ada aturan bahwa yang etika itu harus diperiksa dulu baru hukum? Kalau pelanggaran etika itu kan, boleh atau tidak boleh seorang profesional melakukan (perbuatan) itu. Tapi, kalau hukum, melanggar atau tidak melanggar hukum. Masalah hukum dengan etika tidak boleh campur baur.

 

Apakah Anda melihat ada pergeseran pola perilaku advokat zaman dulu dan sekarang?

Mana boleh seorang advokat dia bicara, kalau ke luar negeri sekian, tasnya saya buat Hermes. Dulu kita ngomong fee saja tidak boleh dibicarakan ke luar. (Lantas sekarang) Ada advokat yang menganjurkan istri-istri cepat cerai sama suami kamu, gono-gininya diurus dulu baru cerai. Itu kan nggak boleh. Dalam hukum perdata, itu provokasi terhadap klien untuk menggugat tuh nggak boleh. Ada di etika PERADIN (Persatuan Advokat Indonesia), IKADIN (Ikatan Advokat Indonesia), nggak boleh.

 

Advokat tidak boleh provokasi untuk berperkara. Apalagi kalau perkara perdata, itu istilahnya harus didamaikan yang paling baik, bukannya diperkarakan. Hanya perkara-perkara yang mengenai pidana dan HAM (Hak Asasi Manusia) yang boleh dibicarakan di luar. Selain itu, advokat tidak boleh membicarakan perkara kliennya.

Tags:

Berita Terkait