Gagal Bayar Permintaan Redemption Reksa Dana yang Berujung Kepailitan Manajer Investasi
Kolom

Gagal Bayar Permintaan Redemption Reksa Dana yang Berujung Kepailitan Manajer Investasi

Bacaan 7 Menit

Dalam mengelola investasi, Manajer Investasi dapat membentuk reksa dana (RD) dalam dua jenis, yaitu bentuk hukum perseroan dan bentuk hukum kontrak investasi kolektif (KIK). KIK diartikan sebagai kontrak antara Manajer Investasi dan Bank Kustodian yang mengikat investor.

Dalam RD KIK, Manajer Investasi melakukan pengelolaan dana ke dalam portofolio Efek (saham, obligasi, dan efek lainnya) dan Bank Kustodian melaksanakan pencatatan atas kegiatan investasi yang dilakukan oleh Manajer Investasi. KIK dianggap sebagai suatu bentuk hukum yang memiliki harta sendiri. Contohnya, sesuai dengan ketentuan di bidang perpajakan, mengatur bahwa RD KIK merupakan wajib pajak tersendiri.

Dalam pengelolaan investasi, terdapat tanggung jawab bagi Manajer Investasi atas kerugian Reksa Dana yang timbul karena pengelolaan yang tidak dilakukan dengan itikad baik dan tidak penuh tanggung jawab untuk kepentingan Reksa Dana. Peraturan seperti POJK No. 43/POJK.04/2015 Tahun 2015 tentang Pedoman Perilaku Manajer Investasi serta peraturan lainnya yang berhubungan dengan produk pengelolaan investasi telah mengatur berbagai indikator dan pedoman Manajer Investasi dalam mengelola investasi nasabah.

Dari sisi investor, investor mendapatkan Unit Penyertaan (UP) yang diterbitkan oleh RD KIK sesuai dengan proporsi dana yang dititipkan. Salah satu hak yang diberikan oleh Pasal 20 UU Pasar Modal kepada investor adalah hak jual kembali (redemption) atas UP. Ketika investor melakukan redeem, Manajer Investasi wajib membeli kembali UP tersebut. Namun perlu diperhatikan bahwa pembelian kembali oleh Manajer Investasi dibebankan kepada rekening Reksa Dana. Hal ini dipertegas dengan Pasal 37 huruf a UU Pasar Modal dan penjelasannya, bahwa Efek nasabah yang dikelola oleh Perusahaan Efek (dalam hal ini Manajer Investasi) merupakan titipan nasabah, bukan merupakan bagian kekayaan dari Manajer Investasi. Sehingga dalam hal Perusahaan Efek yang bersangkutan pailit atau dilikuidasi, Efek nasabah tersebut bukan merupakan bagian dari harta kepailitan ataupun harta yang dilikuidasi.

Dengan demikian, hak investor yang muncul pada saat redemption tidak berkaitan dengan harta Manajer Investasi, namun harta RD KIK tersebut. Sehingga hubungan hukum investor tidak serta-merta didudukkan sebagai kreditur Manajer Investasi. Kerugian yang timbul akibat pengelolaan portofolio tersebut merupakan kerugian investasi, yaitu selisih jumlah dana pada saat dititipkan dengan dana pada saat pencairan UP. Hal ini tentunya yang menjadi titik perbedaan dengan perjanjian utang piutang, dimana pengembalian dana untuk utang piutang harus sama pada saat jatuh tempo dan pada saat peminjaman.

Kepailitan Perusahaan Efek Berdasarkan UU 37/2004

Pasal 2 ayat (4) UU 37/2004 mengatur bahwa pihak yang dapat mengajukan kepailitan atas Perusahaan Efek adalah OJK (d/h Badan Pengawas Pasar Modal). Mengingat perusahaan efek melakukan kegiatan yang berhubungan dengan dana masyarakat yang diinvestasikan dalam Efek (saham, obligasi, dan efek lainnya) di bawah pengawasan OJK.

Di dalam penjelasan Pasal 2 ayat (4) juga menyebutkan bahwa OJK berwenang penuh dalam pengajuan permohonan pernyataan pailit, dengan salah satu indikator penilaian kondisi keuangan dan kondisi pasar modal secara keseluruhan. Berdasarkan hal tersebut, tidak dimungkinkan bagi nasabah/investor Manajer Investasi untuk mengajukan permohonan kepailitan terhadap Manajer Investasi tanpa melalui OJK.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait