Gerai Waralaba Restoran Dibatasi 250
Berita

Gerai Waralaba Restoran Dibatasi 250

pemain waralaba restoran, bar, dan kafe gerah dengan peraturan itu.

INU/MR 14
Bacaan 2 Menit
Gerai Waralaba Restoran Dibatasi 250
Hukumonline

Menteri Perdagangan, Gita Wirjawan telah menandatangani peraturan terkait gerai waralaba restoran dan kafe. Melalui peraturan baru itu, baik pemilik waralaba maupun penerima waralaba hanya dibolehkan mendirikan gerai restoran dan kafe sebanyak 250 gerai.

Demikian Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor : 07/M-DAG/PER/2/2013 tentang Pengembangan Kemitraan dalam Waralaba Jenis Usaha Jasa Makanan dan Minuman. Tertulis dalam dokuman Permendag yang diunduh dari situs Kementerian Perdagangan, Menperindag menetapkan peraturan ini pada 11 Januari 2013.

Pembatasan gerai menurut Pasal 12 Permendag ini, diberi waktu lima tahun sejak peraturan ini berlaku.

Jenis usaha jasa makanan dan minuman dalam Permedag ini dijelaskan pada Pasal 2. Yaitu, restoran, rumah makan, bar/rumah minum, dan kafe. Keempat jenis usaha itu menurut Pasal 1 adalah usaha penyediaan makanan dan minuman dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses penyimpanan, di dalam satu tempat tetap yang tidak berpindah-pindah.

Mengenai bar/rumah minum dijelaskan sebagai tempat usaha penyediaan minuman beralkohol dan non-alkohol. Dilengkapi peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan dan/atau penyajiannya di dalam satu tempat tetap yang tidak berpindah-pindah.

Kafe dalam Permendag ini adalah tempat penyediaan makanan dan minuman ringan. Dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan proses pembuatan, penyimpanan dan/atau penyajiannya, di dalam satu tempat tetap yang tidak berpindah-pindah.

Pasal 3 mengamanatkan tiga jenis pengembangan usaha bagi pemberi dan penerima waralaba. Yaitu mendirikan outlet yang dimiliki sendiri (company owned outlet), kemudian dikembangkan secara waralaba. Atau dikerjasamakan dengan pola penyertaan modal.

Mengenai pembatasan outlet bagi pemilik dan penerima waralaba tercantum dalam Pasal 4 Permedag ini. Kemudian, pada Pasal 5, penambahan gerai setelah mencapai maksimal 250 outlet, maka ada dua pilihan bagi pemilik dan penerima waralaba.

Pertama, penambahan dilakukan dengan cara waralaba. Opsi kedua yang juga bisa dilakukan bersamaan dengan opsi sebelumnya, yaitu bekerjasama dengan pola penyertaan modal.

Pasal 5 ayat (2) menerangkan, bila bekerjasama dengan penyertaan modal, maka besarnya penyertaan modal itu harus memenuhi ketentuan di Permendag ini. Apabila nilai investasi kurang dari atau setara Rp10 miliar, maka porsi pihak lain mencapai 40 persen. Sedangkan, jika investasi melebihi Rp10 miliar, maka penyertaan modal dari pihak lain minimal 30 persen.

Nilai investasi, menurut Permendag ini adalah total modal awal yang dikeluarkan untuk tanah dan gedung outlet. Baik yang dimilii sendiri maupun sewa termasuk peralatan usaha untuk melaksanakan kegiatan usaha.

Disyaratkan pula, penambahan gerai dengan cara waralaba atau penyertaan modal harus mengutamakan pelaku usaha kecildan menengah di daerah setempat. Penggunaan bahan baku dan peralatan produksi dalam negeri minimal 80 persen diwajibkan bagi waralaba restoran, rumah makan, bar/rumah minum, dan kafe.

Namun, ketentuan itu akan dilonggarkan oleh Menperindag dalam keadaan tertentu. Izin dari Menperindag itu  setelah mempertimbangkan rekomendasi tim penilai. Mengenai tim penilai dalam Permendag ini mengacu pada Permendag No.53/M-DAG/PER/8/2012 tentang Penyelenggaraan Waralaba.

Adapun sanksi bagi pewaralaba dan penerima waralaba. Jika tak mengindahkan ketentuan jumlah maksimal gerai dan penggunaan bahan baku dan peralatan dalam negeri serta tak memberikan pembinaan pada penerima waralaba.

Sanksi tersebut menurut Pasal 11, terendah adalah peringatan tertulis paling banyak tiga kali berturut-turut. Dengan tenggang waktu dua pekan sejak tanggal surat peringatan oleh pejabat penerbit Surat Tanda Pendaftaran Waralaba (STPW).

Sanksi berikutnya adalah pemberhentian sementara STPW paling lama dua bulan. Hal itu dilakukan apabila tidak memenuhi ketentuan dalam peringatan tertulis. Sanksi terberat adalah pencabutan STPW.

Menanggapi Permendag, Direktur PT Fast Food Indonesia Tbk, Justinus D Juwono menilai peraturan ini bakal menghambat perkembangan bisnis perseroan. Lantaran, perseroan harus mempelajari bentuk kerja sama yang harus dilakukan untuk menyesuaikan dengan peraturan.

Terkait status perseroan yang menjadi terdaftar di bursa, penyesuaian itu menambah waktu lebih lama. Karena harus lebih dulu lapor ke Badan Pengawas Pasar Modal – Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) maupun pemegang saham.

“Memang belum saya pelajari peraturan itu, tapi menurut saya akan ada hambatan bagi perusahaan,” ujarnya ketika dihubungi hukumonline, Kamis (14/2).

Tags: