Penuntut Umum (JPU) menyebutkan bahwa terdakwa Hendrobudiyanto telah menyalahgunakan kewenangannya. Bentuknya, tidak memberikan atau mengenakan sanksi penghentian sementara dari kliring lokal terhadap 18 bank yang berada di bawah UPB I dan UPB II.
Padahal ke-18 bank tersebut terus menerus mengalami saldo debet yang tidak dapat ditutup sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hendrobudiyanto sendiri sejak 1993 sampai 1997 adalah Direktur I yang membidangi Urusan Pengawasan Bank Umum (UPB) I dan II
Perbuatan Hendrobudiyanto juga dinilai telah menguntungkan suatu badan atau bank-bank tersebut karena meski saldonya negatif, tapi masih tetap diperkenankan mengikuti transaksi kliring antar-bank dengan menggunakan dana milik Bank Indonesia. Menurut JPU, harusnya terhadap bank-bank tersebut dikenakan sanksi penghentian sementara dari kliring.
Rapat Direksi BI menyimpang
Alasan Hendrobudiyanto tetap memberikan saldo debet dengan mengacu pada keputusan rapat direksi BI tanggal 15 dan 20 Agusutus 1997 tidak dapat dibenarkan oleh JPU. Menurutnya, keputusan rapat direksi tersebut bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.
Penyelenggaran rapat tanggal 15 dan 20 Agustus 1997 telah menyimpang dari SK Direksi Bank Indonesia No:26/162/Kep/Dir tanggal 22 Maret 1994 karena tidak dihadiri oleh Kepala Urusan Hukum dan Sekretariat Bank Indonesia atau Pejabat yang ditunjuk.
Lagi pula pelaksanaan rapat tersebut tidak didukung dengan daftar hadir rapat direksi dan risalah rapat direksi guna menentukan apakah keputusan rapat direksi tersebut diputuskan atau disetujui oleh lebih dari setengah anggota yang hadir.
Selain itu dalam keputusan rapat direksi tanggal 15 dan 20 Agustus 1997 dan dalam pelaksanaannya sama sekali tidak ditentukan adanya ketentuan yang jelas mengenai bank-bank yang akan diberikan fasilitas saldo debet. Misalnya, berapa jumlah maksimal saldo debet yang dapat diberikan kepada suatu bank dengan mempertimbangkan indikator kesehatan suatu bank yang memungkinkan bank yang telah menerima saldo debet dapat mengembalikan kewajibannya.
Total kerugian negara lebih dari Rp18 triliun
Dana BI yang digunakan untuk ke-18 bank sampai dengan 19 Desember 1997 adalah sebesar Rp9.793 triliun. Yang paling besar menerima dana BLBI tersebut adalah Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) yaitu sebesar Rp6,536 triliun.
Disebutkan pula bahwa pemberian fasilitas saldo debet yang diberikan oleh Paul Soetopo, Heru Soepraptomo, dan Paul Soetopo baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama kepada 45 bank jumlah totalnya mencapai Rp18.164.798.150.266,51.
Dalam dakwaannya, F.X Suhartono selaku JPU menyebutkan bahwa perbuatan Hendrobudiyanto diancam pidana dalam pasal 1 ayat(1) sub b jo. pasal 28 jo. pasal 34 sub c UU No.3/19971 jo. pasal 55 ayat(1) ke-1 jo. pasal 64 ayat(1) KUHP jo. pasal I UU No.20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No.31 Tahun 1999.