Guru Besar FHUI: Aturan Pidana Lingkungan Hidup RUU KUHP Berpotensi Sulit Jerat Korporasi
Terbaru

Guru Besar FHUI: Aturan Pidana Lingkungan Hidup RUU KUHP Berpotensi Sulit Jerat Korporasi

Pasal 46 RUU KUHP mengatur tindak pidana korporasi dilakukan pengurus atau orang yang bekerja di bawah korporasi.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Prof Andri Gunawan Wibisana. Foto: ADY
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Prof Andri Gunawan Wibisana. Foto: ADY

Kalangan masyarakat sipil terus memberikan masukan kepada pemerintah dan DPR terkait substansi yang diatur dalam RUU KUHP. Berbagai ketentuan yang diatur dalam RUU KUHP dinilai bermasalah, antara lain terkait pidana lingkungan hidup. Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Prof Andri Gunawan Wibisana mengatakan Pasal 46 RUU KUHP mengatur tindak pidana oleh korporasi merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh pengurus atau orang yang bekerja dan bertindak atas nama korporasi.

Ketentuan itu menurut Andri mengatur syarat harus ada orang yang bekerja untuk korporasi untuk meminta pertanggungjawaban korporasi. Misalnya, dalam kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla), maka harus ditemukan dulu pelakunya, jika tidak ditemukan maka korporasinya tidak bisa dijerat pidana.

“Jadi harus ada pelaku tindak pidana individu penyebab karhutla itu,” kata Prof Andri dalam diskusi bertajuk “RUU KUHP Melindungi Penjahat Lingkungan”, Kamis (18/8/2022) lalu.

Baca Juga:

Menurutnya, ketentuan itu membatasi atribusi kesalahan korporasi pada agen korporasi. Dalam memproses pidana korporasi dalam kasus karhutla yang dilakukan selama ini menyasar pada kebijakan korporasi. Korporasi dipidana karena kebijakannya tidak kondusif untuk penanggulangan dan mencegah karhutla. Tapi jika yang digunakan nanti RUU KUHP, maka akan sulit menjerat pidana korporasi yang melakukan pidana lingkungan hidup.

“Bisa jadi pidana itu karena kebijakan, pengupahan, punishment and reward, serta budaya korporasi,” ujarnya.

Jika mengandalkan pertanggungjawaban berdasarkan atribusi, Andri menyebut aparat penegak hukum bisa kesulitan mencari pelakunya. Apalagi, jika perusahaannya besar dimana kebijakan bisa diterbitkan siapa saja dalam perusahaan. Karena itu, pertanggungjawaban harus mengarah pada organisasi perusahaan/korporasi.

Tags:

Berita Terkait