Guru Besar UGM Beberkan Persoalan PTSL Terkait Tanah Ulayat
Terbaru

Guru Besar UGM Beberkan Persoalan PTSL Terkait Tanah Ulayat

Salah satunya, pendaftaran tanah ulayat yang beraspek privat menghasilkan sertifikat tanah sebagai pemilikan bersama.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Pemerintah mendorong percepatan pendaftaran tanah di seluruh wilayah, salah satunya dengan menggulirkan mekanisme pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL). Ada sejumlah peraturan teknis yang diterbitkan untuk mendukung mekanisme PTSL seperti Peraturan Menteri ATR/BPN No.12 Tahun 2017 tentang Percepatan PTSL yang telah disempurnakan melalui Permen ATR/BPN No.6 Tahun 2018. Dalam praktiknya PTSL mengalami sejumlah tantangan.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Prof Maria SW Sumardjono, mencatat hambatan yang dihadapi PTSL antara lain teknis-yuridis, tata kelola, dan sosial-budaya. Jika persoalan itu tidak diantisipasi dengan baik maka berpotensi menghasilkan peta bidang tanah (PBT) dan sertifikat hak atas tanah (SHAT) yang kurang menjamin kepastian hukum.

Prof Maria berpendapat hambatan teknis yuridis perlu dicoba untuk diatasi melalui penguatan pengumpulan data pertanahan (puldatan), khususnya puldatan yuridis (puldadis) dengan melakukan verifikasi data yuridis. “Ketelitian dalam mengumpulkan dan menganalisis data yuridis merupakan bagian penting untuk menghasilkan produk PTSL yang menjamin kepastian hukum,” kata Prof Maria SW Sumardjono dalam materi yang dipaparkan dalam seminar memperingati 62 tahun UU Pokok-Pokok Agraria dengan tema “Menuntaskan Pendaftaran Tanah Melalui PTSL, Hambatan, Alternatif, dan Jalan Keluarnya”, Sabtu (15/10/2022) kemarin.

Baca Juga:

Strategi penguatan pengumpulan data fisik menurut Prof Maria dapat dilakukan antara lain melalui penyusunan analisa beban kerja, penguatan kontrol kualitas, pembuatan peta kerja, pembentukan Satgas dan tim pendukung. Masalah yang terjadi di lapangan menghasilkan produk PTSL yang dikelompokkan menjadi produk K1, K2, K3 (3.1, 3.2, 3.3, dan 3.4) dan K4. Penyelesaiannya tergolong tidak mudah, tapi dapat diupayakan untuk diatasi melalui berbagai petunjuk teknis (juknis) dengan tujuan agar kualitas produk PTSL memberikan jaminan kepastian hukum.

Tanah Ulayat masyarakat hukum adat (MHA) merupakan salah satu objek PTSL. Tapi Prof Maria melihat masih ada kesulitan untuk menjalankannya. Padahal sudah ada pedoman yang menyebut produk K3.2 kategori 7 (tanah ulayat MHA) untuk menjadi K1 yakni “tanah ulayat tidak dapat diterbitkan sertifikat hak atas tanah, melainkan Peta Bidang dan dicatat dalam daftar tanah.”

Terkait tanah ulayat dalam pelaksanaan PTSL, Prof Maria mencatat sedikitnya ada 3 poin. Pertama, kelompok tanah ulayat MHA yang diakomodasi sebagai produk K3.2 butir 7 adalah tanah ulayat yang kewenangan MHA-nya bersifat publik. Berdasarkan hasil kajian identifikasi dan inventarisasi tanah ulayat yang dilakukan provinsi Bali, NTT, Sumatera Barat dan lain-lain oleh berbagai Universitas atas penugasan Kementerian ATR/BPN, justru tanah ulayat yang beraspek privat yang lebih sering dijumpai.

Kedua, pendaftaran tanah ulayat yang beraspek privat menghasilkan sertifikat tanah sebagai pemilikan bersama. Ketiga, untuk mengurangi beban kerja PTSL, seyogiyanya terkait dengan penatausahaan tanah ulayat MHA diatur secara komprehensif, dan pendaftarannya dilaksanakan di luar program PTSL.

Prof Maria mencatat target PTSL adalah pendaftaran 126 juta bidang tanah pada tahun 2025 dengan produk berupa PBT maupun SHAT. Sampai dengan 1 September 2022 telah terdaftar 94,2 juta bidang tanah (74,8 %) dan 79,4 juta (diantaranya) bidang tanah telah bersertifikat.

Tags:

Berita Terkait