Hakim: Penggugat KK Freeport Tak Punya Legal Standing
Berita

Hakim: Penggugat KK Freeport Tak Punya Legal Standing

Freeport tetap lanjutkan renegosiasi kontrak karya dengan Pemerintah.

Nov
Bacaan 2 Menit
Majelis hakim PN Jakarta Selatan menyatakan gugatan IHCS tidak dapat diterima. Foto: ilustrasi (Sgp)
Majelis hakim PN Jakarta Selatan menyatakan gugatan IHCS tidak dapat diterima. Foto: ilustrasi (Sgp)

Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang dipimpin Suko Harsono menyatakan gugatan Indonesian Human Right Comitte for Social Justice (IHCS) tidak dapat diterima. Penggugat kontrak karya PT Freeport ini dianggap tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing).

Dalam pertimbangannya, majelis menjelaskan bahwa IHCS merupakan organisasi atau lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang hak asasi manusia (HAM). Sementara, penggugat menggunakan mekanisme gugatan legal standing untuk menggugat kontrak karya Freeport.

“Melihat penggugat menggunakan mekanisme gugatan legal standing yang notabene muaranya untuk membela masyarakat luas, tapi ternyata materi atau pokok gugatannya menyangkut kontrak karya yang dibuat antara PT Freeport Indonesia Company dengan Pemerintah Republik Indonesia,” kata Suko Harsono, Kamis (13/9).

Suko Harsono menuturkan, Kontrak Karya (KK) yang dibuat Freeport dengan Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Menteri ESDM, berada di ranah perdata dan tidak ada sangkut pautnya dengan HAM. Oleh karena itu, majelis berpendapat IHCS tidak memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan terkait kontrak karya.

Jika Pemerintah memang merasa dirugikan KK denganFreeport, Suko Harsono melanjutkan, lembaga yang berwenang untuk menyatakan kerugian negara adalah BPK. Dari hasil penghitungan BPK, DPR selaku lembaga berwenang, dapat mempertimbangkan untuk memutus atau tidak memutus KK tersebut.

Dengan demikian, majelis menolak eksepsi DPR sebagai turut tergugat karena DPR tidak dapat dilepaskan dari tanggung jawab secara keperdataan. Majelis juga menolak legal standing penggugat karena IHCS bukanlah organisasi lingkungan hidup atau konsumen yang memiliki hak gugat sesuai UU Lingkungan Hidup dan UU Perlindungan Konsumen.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, majelis dalam amarnya menerima eksepsi tergugat. “Dalam pokok perkara, majelis menyatakan pokok perkara gugatan penggugat tidak dapat diterima. Penggugat juga dihukum untuk membayar biaya perkara,” tutur Suko Harsono.

Halaman Selanjutnya:
Tags: