Hakim Karier Menilai Proses Kepailitan Terlalu Mudah
Seleksi CHA:

Hakim Karier Menilai Proses Kepailitan Terlalu Mudah

Kasus Telkomsel dijadikan contoh betapa mudahnya proses pailit di Indonesia.

ALI
Bacaan 2 Menit
Calon Hakim Agung Zahrul Rabain. Foto: SGP
Calon Hakim Agung Zahrul Rabain. Foto: SGP

Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Gorontalo Zahrul Rabain menilai UU Kepailitan di Indonesia terlalu mudah mempailitkan perusahaan. Hal ini diutarakan Zahrul dalam seleksi wawancara calon hakim agung, di Gedung KY, Selasa (23/7).

Zahrul yang menjadi calon hakim agung untuk kamar perdata ini menyampaikan pendapatnya ketika ditanya oleh Anggota KY Ibrahim. Zahrul menulis topik mengenai hukum kepailitan dalam makalah yang disajikannya dalam seleksi di KY ini.

“Anda baru saja memperoleh gelar S3, dan disertasi tentang Kepailitan. Menurut Anda, apa yang menjadi persoalan dalam hukum kepailitan di Indonesia?” tanya Ibrahim.

Zahrul menjelaskan lahirnya UU Kepailitan di Indonesia merupakan hasil desakan dari IMF (International Monetary Fund) agar Indonesia mendapat kucuran dana. Ia berpendapat UU Kepailitan yang ada saat ini terlalu mudah untuk mempailitkan suatu perusahaan.

“Cukup ada dua kreditor. Satu utang saja tak dibayar pada tenggat waktu, maka bisa dipailitkan. Syaratnya terlalu simple. Dan hakim harus memutus itu dalam waktu singkat,” ujarnya.

Pasal 2 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Uang berbunyi ‘Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.’ 

Zahrul menyayangkan tak adanya batasan berapa besaran utang sebagai syarat mengajukan kepailitan suatu perusahaan. “Di sini (Indonesia) tak ada perbandingan antara utang dengan aset perusahaan. Berbeda dengan di negara lain,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: