Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih Mengaku Malu kepada Majelis Kehormatan MK
Terbaru

Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih Mengaku Malu kepada Majelis Kehormatan MK

Karena mendapat kiriman berupa berita, foto, dan meme yang merendahkan MK. Ditambah eksaminasi publik di FH UGM yang mengkritik putusan MK.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Hakim konstitusi, Prof Enny Nurbaningsih. Foto: RES
Hakim konstitusi, Prof Enny Nurbaningsih. Foto: RES

Putusan MK No.90/PUU-XXI/2023 tak sekedar menimbulkan polemik di tengah publik, tapi berdampak terhadap hakim konstitusi yang memutus perkara. Akibat Putusan 90/PUU-XXI/2023 menyebabkan 9 hakim konstitusi mesti berurusan dengan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) akibat banyaknya laporan masyarakat terkait dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim.

Alhasil, Majelis Kehormatan MK melalui 4 putusan yang dibacakan Selasa (07/11/2023 memberikan sanksi teguran lisan kepada 9 hakim konstitusi secara kolektif buntut bocornya informasi rapat permusyawaratan hakim (RPH) dalam putusan perkara No.90/PUU-XXI/2023.

Antara lain Putusan No.5/MKMK/L/11/2023 dengan hakim terlapor Manahan MP Sitompul, Prof Enny Nurbaningsih, Suhartoyo, Wahiduddin Adams, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, dan M Guntur Hamzah. Dalam keterangan yang disampaikan hakim terlapor Enny Nurbaningsih kepada MKMK dalam rapat Majelis Kehormatan Senin (30/10/2023) dan sidang pendahuluan Selasa (31/10/2023) menyebut dirinya malu karena mendapat kiriman berupa berita, foto, dan meme yang merendahkan MK.

“Kemudian ditambah ketika acara eksaminasi publik di FH UGM yang mengkritik putusan MK. Padahal setelahnya, dirinya harus mengajar dan bertemu dengan para mahasiswa,” begitu kutipan sebagian keterangan yang disampaikan Enny kepada Majelis MKMK sebagaimana dikutip dalam putusan No.5/MKMK/L/11/2023.

Baca juga:

Prof Enny menjelaskan, dirinya bersama Prof Saldi Isra dan Wahiduddin Adams bertindak sebagai drafter untuk putusan 29, 51, dan 55/PUU-XXI/2023. Gotong royong dalam melakukan pemeriksaan putusan adalah hal yang biasa dalam RPH, sehingga putusannya dapat menjadi lebih bagus.

Ketiga perkara itu amar putusannya ditolak karena open legal policy. Permohonan yang berkaitan dengan syarat usia calon presiden  (Capres) dan calon wakil presiden (Cawapres) ini diakui sebagai perkara yang sangat kasat mata kepentingannya sangat tinggi, tak sebagaimana kelaziman perkara yang lain.

Tags:

Berita Terkait