Teori yang dikemukakan oleh para pemikir CLS sungguh sangat tepat untuk menjelaskan upaya negara berkembang dalam mengubah wajah hukum intemasional. Hukum intemasional adalah produk politik dan sebagian merupakan hasil tarik ulur negara berkembang dengan negara maju. Kekuatan sering digunakan oleh negara maju.
Bahkan, negara maju kerap menggunakan kekuatan yang dimilikinya tanpa sadar sebagaimana dikatakan oleh White, "Domination of the system, ..., by the rich and powerful States is not necessary carried out in a conscious fashion by the representatives of those States- they simply assume that the imposition of Western values and the extension of the market philosophy to the international plane is a natural and perfectly legitimate exercise. Indeed, since the Western way claims to be the only true path to follow, all others deemed to be wrong hence illegitimate."
Oleh karenanya White mengatakan, "(I)t is the aim of the critical lawyers to delegitimate this claim to the truth, to reveal it as an exercise of power and domination, and to reveal a fairer and more equitable system." Sehingga doktrin-doktrin hukum yang telah terbentuk dapat direkonstruksi untuk mencerminkan pluralisme nilai yang ada.
Untuk melakukan proses delegitimasi terhadap doktrin hukum yang telah terbentuk, aliran CLS menggunakan metode trashing, deconstruction, dan genealogy. Trashing adalah teknik untuk mematahkan atau menolak pemikiran hukum yang telah terbentuk. Teknik trashing dilakukan untuk menunjukkan kontradiksi dan kesimpulan yang bersifat sepihak berdasarkan asumsi yang meragukan.
Deconstruction adalah membongkar pemikiran hukum yang telah terbentuk. Dengan melakukan pembongkaran, maka dapat dilakukan rekonstruksi pemikiran hukum. Sementara genealogy adalah penggunaan sejarah dalam menyampaikan argumentasi. Genealogy digunakan karena interpretasi sejarah kerap didominasi oleh mereka yang memiliki kekuatan. Interpretasi sejarah ini yang kemudian digunakan untuk memperkuat suatu konstruksi hukum.
Dengan menggunakan teori CLS, berikut akan dipaparkan keberhasilan, pengupayaan dan kegagalan dari negara berkembang dalam mengubah wajah hukum intemasional, utamanya agar kepentingan ekonomi mereka terakomodasi.
Keberhasilan negara berkembang dalam mengubah wajah hukum internasional: prinsip Common Heritage of All Mankind