Mindset Advokat Indonesia tentang Pro Bono Harus Diubah
Utama

Mindset Advokat Indonesia tentang Pro Bono Harus Diubah

Sistem pendidikan di fakultas hukum dinilai sejak awal ‘money oriented’ turut bersumbangsih melestarikan kultur para lawyer enggan ber-pro bono.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit

 

Tak hanya itu, bagi firma hukum-pun, aktivitas pro bono ini juga terhitung sebagai  bentuk pertanggungjawaban sosial lawyer kepada masyarakat (Corporate Social Responsibility/CSR), bahkan semakin banyak firma hukum melakukan pro bono maka akan semakin baik pula reputasinya.

 

Hanya saja, memang yang membedakan Indonesia dengan Singapura adalah ‘kejelasan’ soal kategorisasi pro bono. Singapura melalui divisi probono pada perhimpunan advokatnya (Law Society) bahkan telah mencanangkan program-program yang jelas dan terstruktur untuk melakukan fungsi pro bono bagi lawyer sebagaimana yang telah diamanatkan S.38 (1) f dan S.38(1)(g) Legal Profession Act.

 

S.38(1)

  1. To protect and assist the public in Singapore in all matters touching or ancillary or incidental to the law;
  2. To make provision for or assist the public in the promotion of a scheme whereby impecunious persons on non-capital charges are represented by advocates

 

Tanguy mengungkapkan, setidaknya ada 4 cakupan kegiatan pro bono yang sudah diprogram oleh bar association (Law Society) untuk para lawyernya. Pertama, soal peningkatan kesadaran hukum, di sini lawyer akan diberikan tugas untuk mengisi seminar, melakukan publikasi, mengerjakan projek kesadaran hukum di sekolah-sekolah termasuk mengajar dan sebagainya.

 

“Untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat, bahkan lawyer Singapura telah mempublikasikan beberapa buku yang bisa didownload secara gratis dari PBSO website, seperti buku Know the Law Now!, Legalese: A legal toolkit for Community Organisations,” kata Tanguy.

 

Kedua, program Legal Clinics, dalam program ini lawyer dapat berkontribusi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang bersangkutan dengan persoalan hukum lintas sektor, seperti hukum ketenagakerjaan, permasalahan rumah tangga, hukum pidana hingga menjawab pertanyaan seputar persoalan yang dihadapi komunitas. Ketiga, mewakili atau mengadvokasi permasalahan pidana bagi masyarakat yang tidak mampu.

 

Terakhir, adalah pemberian bantuan hukum untuk non-government organization (NGO). Program bantuan untuk NGO ini meliputi banyak aspek, di antaranya memberikan bantuan pendampingan hukum, pembangunan kapasitas melalui seminar-seminar hukum, meningkatkan tata kelola NGO hingga membentuk rasa tanggungjawab untuk menjaga kepercayaan publik dan kepercayaan pada sektor amal.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait