ICW: Subsidi Rp1 Triliun Buat Parpol Tidak Realistis
Berita

ICW: Subsidi Rp1 Triliun Buat Parpol Tidak Realistis

Hasil penelitian menunjukan tak ada penurunan tingkat korupsi meski parpol disubsidi oleh negara.

RFQ
Bacaan 2 Menit
nggota Divisi Korupsi Politik ICW, Donal Fariz (paling kiri). Foto: RES
nggota Divisi Korupsi Politik ICW, Donal Fariz (paling kiri). Foto: RES
Indonesia Coruption Watch (ICW) setuju kalau negara memberikan tambahan subsidi bagi Partai Politik sebagaimana yang diwacanakan Mendagri Tjahjo Kumolo. Hanya saja, besaran angka yang diusulkan tak realistis. Itu sebabnya, perlu pertimbangan matang dan alasan yang rasional. Hal ini disampaikan anggota Divisi Korupsi Politik ICW, Donal Fariz, di Jakarta, Kamis (12/3).

Wacana tersebut bagi ICW masih multi tafsir. Pasalnya, dana sebesar Rp1 triliun disebar untuk 10 partai atau diperuntukan bagi setiap partai pertahunnya. Pemerintah melalui Kemendagri diharapkan memberikan klarifikasi. Pasalnya, jika 10 partai dengan menerima Rp1 triliun bakal membebani keuangan APBN pertahunnya. Terlepas hal tersebut, angka Rp1 triliun tak rasional lantaran anggaran lembaga negara seperti KPK dan Komnas HAM berada di bawah angka tersebut.

“Menurut kami tidak logis kalau Parpol diberikan Rp1 triliun, dan dari segi anggaran tidak realistis,” ujarnya.

Merujuk UU No.2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, setidaknya terdapat sumber pendanaan partai yang diperbolehkan, yakni iuran anggota, sumbangan yang sah menurut hukum dan bantuan negara dari APBN atau APBD.

Sementara dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.5 Tahun 2009 mengamanatkan jumlah bantuan negara per partai dihitung sebesar Rp108 untuk setiap suara yang diperoleh dari pemilu sebelumnya. Dengan begitu, total pengeluaran bantuan negara melalui APBN  pada 2015 sebesar Rp13, 176 miliar.

“(Ke depan) apakah layak partai menerima Rp1 triliun, kami tidak sepakat,” ujarnya.

Kendati demikian, ICW mengusulkan penambahan angka subsidi negara bagi partai dengan angka yang realistis. Bantuan negara bagi partai tetap ditambah sesuai dengan perolehan suara partai. ICW menilai angka yang layak untuk peningkatan bantuan negara Rp1080 untuk setiap suara yang diperoleh partai dalam pemilu. Angka tersebut 10 kali lipat dari sebelumnya yang sebesar Rp108 per suara yang diperoleh.

“Jika ditotal dengan jumlah perolehan suara dari hasil pemilu yang lalu sebanyak 122.003.667 suara, maka uang negara yang akan dikeluarkan untuk mensubsidi partai adalah sebesar Rp131.763.960 untuk setiap tahunnya,” katanya.

Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW, Abdullah Dahlan, menambahkan peningkatan bantuan negara perlu diimbangi dengan perbaikan dan tata kelola partai. Misalnya, partai mesti mengedepankan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pendanaan keuangan partai kepada internal pengurus dan publik luas.

Selain itu, mewajibkan partai menginformasikan laporan keuangan yang terkonsolidasi kepada publik. Laporan tersebut tak saja sumbangan yang berasal dari APBN atawa APBD, tetapi juga sumbangan dari anggota dan sumbangan lain yang sah menurut hukum.

Sebaliknya, jika kewajiban pengumuman tersebut tak dilakukan partai, maka pemerintah berhak menahan pencairan bantuan kepada partai. Kemudian, menjadikan laporan keuangan partai sebagai salah satu syarat verifikasi kepersertaan partai dalam pemilu selanjutnya. Tak kalah penting, menjadikan anggota partai sebagai subjek pejabat publik atawa penyelenggara negara. Dengan begitu, jika terjadi penyimpangan anggaran partai dan penerimaan dana –dana tidak sah dapat dijerat dengan UU Pemberantasan Tipikor.

Ketua Pemuda Muhamadiyah, Dahnil A Simanjuntak, mengamini pandangan ICW. Ia berpandangan harapan diberikan tambahan subsidi bagi partai agar korupsi yang dilakukan politisi tak lagi terjadi. Namun, penelitian keuangan partai yang ia lakukan tak menunjukan penurunan tingkat korupsi meski subsidi ditambah negara.

“Jadi tidak ada yang menunjukan hubungan positif, tapi tetap negatif meski ditambah subsidi negara untuk partai,” katanya.

Dalam rangka menurunkan tingkat korupsi politik, kata Dahnil, hanya penegakan hukum. Yakni, pencegahan dan pemberantasan korupsi, bukan menambah dana subsidi pembiayaan partai. Ia berpandangan, sebesar apa pun bantuan negara yang diberikan untuk membiayai partai, tak akan pernah cukup.

Wacana yang digelontorkan Mendagri bak gayung bersambut. Politisi partai pun ramai menanggapi positif. Namun  bagi Dahnil, persoalan bukanlah besar kecilnya bantuan negara, tetapi masyarakat membutuhkan partai yang mulai hulu hingga hilir bersih, transparan dan akuntabel.

“Jadi kalau ingin memperbaiki dan menurunkan  korupsi bukan menambah jumlah besaran subsidi Parpol, tapi memperbaiki akuntabilitas, transparansi partai dan memperbaiki UU Parpol,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait