IHW Sambut Baik Perubahan Masa Berlaku Sertifikasi Halal
Terbaru

IHW Sambut Baik Perubahan Masa Berlaku Sertifikasi Halal

Penetapan MUI terkait perubahan masa berlaku dinilai sejalan dengan semangat UU tentang Jaminan Produk Halal (JPH) dan UU tentang Cipta Kerja.IHW Sambut Baik Perubahan Masa Berlaku Sertifikasi Halal

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit

Untuk menjaga komitmen para pelaku usaha atas SJH, maka diperlukan pengawasan terhadap para penyelia halal yang ditempatkan di perusahaan tersebut, demi menghindari adanya pelaku usaha yang tidak jujur dalam menjaga kehalalan produk setelah mendapatkan sertifikat halal.

"IHW juga mengapresiasi upaya yang dilakukan LPPOM MUI dalam melakukan adaptasi dengan melakukan system audit baru yang diberi nama MOSA (Modified on-site Audit) pada masa pandemi yang sebelumnya dilakukan secara fisik, artinya auditor halal bisa melakukan audit dengan cara virtual. Hal ini disamping membantu proses kepastian dilakukannya audit sehubungan dengan permohonan sertifikat halal, juga sebagai upaya pembatasan dan pemutusan mata rantai COVID-19, serta sangat efisien dalam sisi pembiayaan. IHW mengharapkan agar LPPOM MUI dan Kementerian Agama-BPJPH terus dapat melakukan perubahan sistem menyesuaikan budaya baru di masa pandemi," terangnya.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Gemala Dewi, menerangkan esensi utama UU JPH adalah memberi keamanan dan kenyamanan. Jadi, pelbagai kekhawatiran yang ada selama ini terkait produk tanpa sertifikasi halal dan pro-kontranya dapat selesai dengan diberikannya keamanan dalam implementasi UU ini. Penting pula dicatat bahwa secara normatif, masyarakat sudah memiliki dasar untuk menuntut para produsen yang selama ini tidak peduli mencantumkan label halal pada produknya.

Menurut Gemala, UU Cipta Kerja hadir dengan fleksibilitas peraturan perundang-undangan, memberikan penyederhanaan perizinan berusaha dan proses bisnis. Dalam kaitannya dengan JPH, UU tersebut memberikan banyak implikasi positif, di antaranya percepatan layanan sertifikasi halal, fasilitasi pembiayaan sertifikasi halal bagi UMK, penataan kewenangan, kepastian hukum, dan mendorong pengembangan ekosistem halal di Indonesia.

“Implikasi kewajiban adalah agar tidak ada lagi pihak-pihak yang tidak peduli akan kehalalan produknya dan berusaha berlindung di balik pro-kontra sertifikasi halal,” jelas Gemala.

Dia menjelaskan kewajiban pelaku usaha untuk menjamin kehalalan produknya ini merupakan suatu bentuk perlindungan hukum bagi konsumen muslim di Indonesia. Sebagaimana diketahui, konsumen memiliki bargaining position yang lebih lemah dibandingkan dengan pelaku usaha, sehingga dalam UU JPH, pelaku usaha yang tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut diancam dengan sanksi hukuman yang bervariatif mulai dari sanksi administratif hingga sanksi pidana tergantung tingkat pelanggarannya,” jelas Gemala.

Tags:

Berita Terkait