IKADIN: Cabut Surat KMA Tentang Penyumpahan Advokat
Berita

IKADIN: Cabut Surat KMA Tentang Penyumpahan Advokat

Kalau tidak segera dicabut, akan rnuncul advokat-advokat yang tidak berkualitas sehingga bisa merugikan masyarakat pencari keadilan dan merusak dunia advokat, dunia peradilan dan penegakan hukum.

CR19
Bacaan 2 Menit
Ikadin (Ikatan Advokat Indonesia). Foto: Sgp
Ikadin (Ikatan Advokat Indonesia). Foto: Sgp

Terbitnya Surat KMA No.73/KMA/HK.01/IX/2015 tertanggal 25 September terkait dengan kewenangan pengadilan tinggi dalam menyumpah advokat yang memenuhi syarat dari organisasi advokat manapun, dikritik oleh Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN). Ketua Umum IKADIN Sutrisno meminta agar Ketua Mahkamah Agung (MA), M Hatta Ali segera mencabut surat tersebut.

“IKADIN meminta dan berharap secara sungguh-sungguh agar kiranya yang mulia ketua Mahkamah Agung mencabut surat No. 73|KMA/HK.0L|IX/2015 tanggal 25 September 2015 tersebut di atas,” tulis Sutrisno dalam siaran pers yang diterima hukumonline, Senin (5/10).

Salah satu alasan terbitnya surat ini lantaran organisasi advokat yang ada, khususnya Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) sudah terpecah-pecah. Namun, Surtrisno mengatakan, seharusnya langkah pertama yang diambil MA adalah dengan mengundang para pihak terkait, dalam hal ini PERADI.

Tujuannya, agar MA bisa lebih memahami duduk perkara yang sebenarnya terjadi di internal PERADI sebelum menerbitkan SKMA yang memperbolehkan seluruh advokat dari organisasi manapun bisa disumpah.

“Ketua MA seharusnya tidak lepas tangan dengan adanya persoalan di tubuh advokat. Untuk itu seharusnya dia mengundang Ketum Peradi terlebih dahulu guna mengerti duduk persoalan yang terjadi baru bisa memutuskan. Bukannya membuat surat yang memperbolehkan seluruh advokat bisa disumpah,” tegas Sutrisno.

Ia menilai, SKMA itu nantinya dapat menimbulkan banyak masalah. Pertama, kualitas advokat ke depan akan terabaikan. Hal itu diakibatkan karena akan membuka peluang semakin banyaknya organisasi advokat yang muncul di Indonesia. Sehingga, kualitas dan standar profesi advokat di Indonesia menjadi berbeda-berbeda kualitasnya.

Penurunan kualitas advokat yang dihasilkan pasca diterbitkannya SKMA ini, kata Sutrisno, juga akan berdampak kepada masyarakat pencari keadilan. Tak sampai di situ, surat tersebut juga tidak jelas mendefinisikan organisasi profesi advokat mana sajakah yang bisa mengusulkan pengambilan sumpah atau janji.

“Mendatangkan dan menambah masalah baru serta menimbulkan ketidakpastian bagi dunia advokat Indonesia, karena dalam hal ini Mahkamah Agung sama sekali tidak menentukan dan membatasi kepengurusan organisasi advokat yang mana saja yang dapat mengusulkan pengambilan sumpah 'dan janji,” paparnya.

Di samping itu, Sutrisno menilai, MA dalam bidang non-yudisial tidak memiliki kewenangan untuk mengawasi, menilai, serta memverifikasi sah atau tidaknya suatu Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) serta ujian advokat yang diselenggarakan organisasi profesi advokat. sehingga, ia khawatir ke depannya pelaksanaan PKPA dan ujian advokat akan dilaksanakan secara tidak berkualitas atau asal-asalan.

“Dengan kondisi seperti ini niscaya peningkatan kualitas advokat akan terabaikan. Akan muncul advokat-advokat yang tidak berkualitas yang pada gilirannya akan merugikan masyarakat pencari keadilan dan merusak dunia advokat, dunia peradilan dan penegakan hukum,” imbuhnya.

Untuk diketahui, selain alasan organisasi PERADI yang sudah terpecah, SKMA itu diterbitkan karena sesuai UUD 1945 khususnya menjamin hak bekerja dan memperoleh penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, hak mendapatkan imbalan dan perlakuan adil dan layak dalan hubungan kerja, tak terkecuali advokat. Alasan lainnya, bahwa di beberapa daerah tenaga advokat dirasakan sangat kurang karena banyak advokat yang belum diambil sumpah atau janji sehingga tak bisa beracara di pengadilan, sedangkan pencari keadilan sangat membutuhkan advokat.

Tags:

Berita Terkait