Indeksi Persepsi Negara Hukum Indonesia Rendah
Utama

Indeksi Persepsi Negara Hukum Indonesia Rendah

Indonesia belum lulus sebagai negara hukum.

Oleh:
MUHAMMAD YASIN
Bacaan 2 Menit
Acara peluncuran Indeks Persepsi Negara Hukum Indonesia 2012 di Jakarta, Jum'at 31 Mei 2013 (Foto; SGP)
Acara peluncuran Indeks Persepsi Negara Hukum Indonesia 2012 di Jakarta, Jum'at 31 Mei 2013 (Foto; SGP)

Untuk pertama kalinya, Indonesia Legal Rountable (ILR) mengeluarkan Indeks Persepsi Negara Hukum Indonesia 2012. Indeks persepsi ini meniru Rule of Law Index yang biasa diterbitkan di tingkat dunia. Dengan menggunakan lima ukuran, ternyata masyarakat memandang potret negara hukum Indonesia masih rendah.

Indeks Persepsi Negara Hukum Indonesia 2012 diluncurkan di Jakarta, Jum’at (31/5) sore. Kajian ini dilakukan untuk melihat apakah penegakan hukum di mata masyarakat baik atau buruk. Hasilnya, dengan menggunakan skala 1-10, indeks penegakan hukum di Indonesia hanya mencapai 4,53. “Angka ini tidak terlalu menggembirakan,” kata Todung Mulya Lubis, Direktur Eksekutif ILR.

Dengan melakukan survei terhadap 1.220 orang di seluruh Indonesia, ILR menanyakan pandangan masyarakat mengenai lima poin prinsip negara hukum. Lima prinsip dimaksud adalah pemerintah berdasarkan hukum; independensi kekuasaan kehakiman; penghormatan, pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia; akses terhadap keadilan; dan peraturan yang terbuka dan jelas.

Dari poin di masing-masing indikator, skor indeks terendah (1,38) adalah pada persepsi mengenai keikutsertaan publik dalam pembuatan peraturan. Artinya, masyarakat merasa tak dilibatkan dalam pembuatan peraturan perundang-undangan. Poin ini ikut menyumbang rendahnya indeks peraturan yang terbuka dan jelas. Sebaliknya, poin kejelasan materi peraturan dalam indikator yang sama mendapatkan skor indeks tertinggi (6,63), disusul kebebasan beragama dan berkeyakinan (6,54), dan perlakuan yang tidak diskriminatif (6,08).

Rendahnya Indeks Persepsi Negara Hukum Indonesia 2012 mengejutkan Wakil Ketua MPR, Lukman Hakim Saifuddin. Dengan skor 4,53, kata Saifuddin, Indonesia ‘belum lulus sebagai negara hukum’. “Itu mengejutkan,”ujarnya.

Mengejutkan karena sejak reformasi sudah banyak regulasi dan institusi penegakan hukum yang dibangun dan diperkuat. Dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman dan pengawasannya, misalnya, sudah ada Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial. Dalam penegakan hukum sudah ada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Anggota Komisi Hukum Nasional (KHN) Fajrul Falaakh, menyoroti persepsi publik mengenai independensi kekuasaan kehakiman. Pelaksanaan independensi kekuasaan kehakiman memang belum sepenuhnya berhasil. Indikasinya antara lain terlihat dari rendahnya keinginan masyarakat membawa kasusnya ke pengadilan. Ia juga menyoroti gap antara persepsi masyarakat dengan teks yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan.

Hasil kajian ILR menunjukkan masyarakat melihat tingkat kesejahteraan hakim sudah memadai. Tetapi masyarakat juga melihat proses rekrutmen hakim masih belum bersih. Demikian pula dalam akses terhadap keadilan. Masyarakat melihat negara belum sepenuhnya mampu menyediakan bantuan hukum cuma-cuma kepada masyarakat miskin, meskipun regulasi mengenai bantuan hukum semacam itu sudah memadai.

Todung berharap Indeks Persepsi Negara Hukum Indonesia bisa dijalankan setiap tahun, dengan memperluas indikator-indikator dan metode. Sehingga hasilnya lebih komprehensif.

Hasil kajian ILR tak jauh berbeda dari survei penegakan hukum yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pada April lalu. Survei LSI menunjukkan 56 persen responden menyatakan tidak puas terhadap penegakan hukum di Indonesia. Hanya 29,8 persen yang menyatakan puas. Ini menunjukkan penegakan hukum di Indonesia di mata masyarakat sungguh mengkhawatirkan.

Tags:

Berita Terkait