Indonesia, Antara Post Democracy dan Mengarah Otoritarianisme
Utama

Indonesia, Antara Post Democracy dan Mengarah Otoritarianisme

LBH Jakarta menganggap beberapa kebijakan pemerintahan Joko Widodo dinilai mengancam kehidupan demokrasi, bertolak belakang dengan konstitusi, dan HAM. Rakyat terus mengalami penindasan, sementara oligarki mendapat keistimewaan.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 5 Menit

Mengenai kasus perburuhan, Arif menjelaskan pengaduan yang masuk ke LBH Jakarta sebanyak 257 pengaduan, tapi satu pengadu bisa mengadukan lebih dari 1 kasus, sehingga jumlah pengaduan kasus perburuhan totalnya 303 kasus. Dari 303 pengaduan kasus perburuhan antara lain terkait hubungan kerja (147 pengaduan), hak normatif (131), PNS (5), proses hukum (1), serikat pekerja (3), pidana perburuhan (11), buruh migran (2), pekerja rumah tangga (2), dan diskriminasi (2).

Jumlah kasus keluarga yang diadukan ke LBH Jakarta sebanyak 167 kasus meliputi kasus keluarga (3), pernikahan (11), KDRT (41), perceraian (72), dan waris (40). Pengaduan kasus perkotaan dan masyarakat urban ada 264 pengaduan yakni kasus perkotaan dan masyarakat urban (1 kasus), hak atas tanah dan tempat tinggal (50 kasus), hak atas usaha/ekonomi (3), hak atas pendidikan (5), hak atas kesehatan (6), hak atas lingkungan (11), penanggulangan bencana (3), hak atas identitas (4), dan pelayanan publik (181).

“Kasus perempuan dan anak sebanyak 80 kasus, terdiri dari perempuan dan anak (6 kasus), perlindungan anak (38), dan perlindungan perempuan (36),” bebernya.

Jumlah kasus sipil dan politik sebanyak 222 pengaduan, antara lain hak atas kebebasan dan keamanan pribadi (69 kasus), fair trial (74), hak atas kebebasan pribadi (38), dan hak atas kepemilikan yang tidak boleh diambil sewenang-wenang (15). Kasus nonstruktural sebanyak 379 pengaduan, diantaranya perdata (199 kasus), pidana umum (131), dan pidana khusus (27 kasus).

Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, menegaskan kembali arahan Presiden Joko Widodo yang menyatakan agar pemerintah pusat dan daerah terus mengupayakan HAM dalam keadaan apapun. Pernyataan tersebut disampaikan dalam acara Festival HAM 2020 di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Kamis (17/12/2020) kemarin. Moeldoko melanjutkan pandemi Covid-19 telah mengubah semua aspek kehidupan, tapi jangan sampai mempengaruhi perlindungan dan pemenuhan HAM secara substantif.

“Festival HAM 2020 dapat menjadi momentum bagi semua pihak untuk mengutamakan dan menjalankan prinsip HAM secara proaktif. Festival HAM juga dapat menjadi forum untuk memetakan persoalan perlindungan HAM yang luput dari perhatian dan dapat kemudian ditemukan solusinya,” kata Moledoko dalam keterangan tertulis, Jumat (18/12/2020).

Tags:

Berita Terkait